Sunday, April 17, 2005

Stanford Professional Publishing Course (Oleh-oleh)


Oleh-Oleh dari Stanford University, Palo Alto, Juli 1989


Stanford Professional Publishing Course atau SPPC adalah kursus tahunan
yang sejak tahun 1978 diselenggarakan setiap bulan Juli oleh Ikatan Alumni
Stanford University. Kursus yang dibanggakan sebagai ajang untuk memperoleh
"master degree in publishing" ini diperuntukkan bagi para profesional
penerbitan yang berpengalaman sedikitnya tiga tahun.



Peserta, alumni, dan direktori



SPPC tidak hanya diikuti oleh warga Amerika Serikat, tetapi menarik peserta
dari seluruh penjuru dunia. Sampai di usianya yang ke-19 pada tahun 1996
ini, alumninya mencakup lebih dari 2000 orang. Dari jumlah ini, sekitar
20% adalah peserta luar AS, dan sekitar 15 orang di antaranya dari Indonesia,
termasuk penulis.


Setiap tahun, para alumni dikirimi buku daftar
nama dan alamat SPPCer (alumni SPPC), yang tentu saja makin lama makin
tebal. Direktori ini sangat bermanfaat karena dapat digunakan untuk keperluan
bisnis. Baru-baru ini penulis disurati seorang SPPCer Rusia Angkatan 1989,
sengkatan dengan penulis, yang menawarkan pekerjaan untuk cabang penerbitnya
di AS. Penulis juga pernah memanfaatkan Direktori untuk berbagi informasi
dengan sesama SPPCer, misalnya ketika mulai menggunakan Internet dalam
penerjemahan dan penyuntingan. Ketika mengunjungi Tokyo Book Fair 1995,
penulis dijamu dan bertukar informasi mengenai penerbitan di negara masing-masing
dengan seorang SPPCer Jepang. Jadi, Direktori SPPC mengakrabkan silaturahmi
antara sesama SPPCer.



Perlengkapan pendukung



Selama kursus yang berlangsung dua minggu, peserta dianjurkan menginap
di asrama mahasiswa yang kosong di musim panas; tentu saja membayar. Perlengkapan
tambahan yang dapat disewa antara lain telepon dan sepeda. Rupanya sejumlah
peserta dari AS perlu terus berkomunikasi dengan perusahaannya sehingga
memerlukan telepon pribadi di kamar. Sementara itu, sepeda sangat membantu
kelancaran transportasi selama kursus. Kampus Stanford memang sangat luas,
dan jarak dari satu kelas ke kelas lain lumayan jauhnya. Kita bisa saja
berjalan kaki, tetapi lebih asyik bersepeda karena sepeda juga berguna
untuk menjelajahi wilayah kampus di waktu luang, misalnya mengunjungi toko
buku, perpustakaan, pusat komputer, atau sekadar jalan-jalan mengunjungi
Museum Rodin atau belanja ke pertokoan kampus yang amat lengkap, mirip
aneka mal yang terus menjamur di Jakarta. Begitu luasnya kampus Stanford
sehingga jalan di lingkungan kampus ada namanya masing-masing, misalnya
West dan East Campus Drive. Asrama yang banyak bertebaran juga mempunyai
nama, misalnya Schiff House dan Grosvernor House, tempat penulis menginap.


Kursus mengambil tempat di sejumlah ruang kuliah
modern, meskipun kadang-kadang tampilan luarnya terkesan kuno. Untuk mendukung
sajian para perancang, dipakai Annenberg Theater yang luas, yang dilengkapi
layar lebar. Pembicaraan mengenai penerbitan nekamedia yang menggunakan
komputer dan video disc player dilangsungkan di Braun Auditorium
yang memiliki perlengkapan serba mutakhir.


Sejak awal, peserta kursus dibagi menjadi dua
bagian besar -- bagian majalah dan buku. Setiap peserta hanya diperkenankan
memilih salah satu bagian karena sekitar 75% bahan disampaikan secara paralel
dalam ruangan yang berbeda. Jika kita berminat mengikuti keduanya, terpaksa
harus menjadi peserta dua kali. Untuk mengikuti kursus yang kedua kalinya
itu, sebagai alumni, kita berhak mendapat potongan biaya kursus.



Pengajar



Bagaimana staf pengajarnya? Mereka adalah para pakar dari sejumlah penerbit
ternama, antara lain Simon&Schuster, Doubleday, Harper&Row, Addison-Wesley
untuk kelompok buku; dan dari Time, Newsweek, Money, Travel & Leisure,
New York Times
dll. untuk kelompok majalah. Di samping pakar penerbitan,
pengajar juga mencakup para ahli perancangan, ahli pemasaran, pakar komputer,
dan sejumlah pembicara tamu yang merupakan orang terkemuka dalam dunia
penerbitan AS. Pada tahun 1989, ketika penulis menjadi peserta, keynote
speaker
yang tampil pada malam pembukaan adalah Brendan Gill, wartawan
senior The New York Times. Pembicara tamu lainnya adalah Rick Smolan,
jurufoto sejumlah majalah terkenal dan beberapa orang lainnya. Para pembicara
tamu ini mengisi acara malam hari dalam suasana yang lebih santai.



Acara serius vs acara santai



Jadwal kursus memang padat, sesuai dengan biayanya yang cukup mahal. Pendaftaran
sudah dimulai sejak hari Sabtu sore, dilanjutkan pada Minggu pagi. Pada
Minggu malam, acara pembukaan dimulai dengan santap malam, dilanjutkan
dengan memperkenalkan staf pengajar dan pidato oleh keynote speaker.
Hari-hari selanjutnya diisi aneka ceramah dan peragaan sejak pagi sampai
sore. Diskusi dengan pengajar tidak hanya berlangsung di kelas, tetapi
juga ketika makan siang yang lezat di bawah pepohonan rindang. Para pengajar
bersantap siang bersama peserta dan bergiliran pindah dari satu meja ke
meja lain setiap hari.


Karena bulan Juli adalah musim panas, siang
hari cukup panjang. Ketika acara kursus berakhir sekitar pukul 17.00, hari
masih terang sehingga peserta masih bisa bersantai, misalnya berenang atau
tenis. Tetapi, waktu luang ini kebanyakan digunakan untuk diskusi kelompok.
Sejak awal, semua peserta memang dibagi menjadi beberapa kelompok yang
mendapat tugas merencanakan penerbitan sebuah buku atau majalah. Setiap
kelompok terdiri atas 8-10 orang. Tugas mencakup seluruh proses penerbitan,
mulai dari menentukan topik yang akan diterbitkan, mencari penulisnya,
membuat garis besar isinya, rancangannya, biaya produksinya, pemasarannya,
dsb. Tampaknya tugas ini cukup berat dan menyita waktu, tetapi sebenarnya
tidak, sebab bukankah para peserta sudah cukup berpengalaman dalam bidang
penerbitan? Namun, ada juga peserta yang merasa terlalu dibebani tugas,
lalu memutuskan untuk tidak mau terlalu berperan dalam mengerjakan tugas,
malah lebih memanfaatkan waktunya untuk menikmati kampus Stanford yang
cantik. Peserta Rusia mengatakan bahwa mereka datang ke AS karena ingin
bersantai, tidak mau serius terus!


Padahal, biaya kursus tidak murah - untuk tahun
1996 ini lebih dari $3000. Dan, penyelenggara juga sebenarnya menyediakan
acara santai. Pada akhir pekan pertama, di hari Minggu, penyelenggara menyediakan
acara menarik yang diikuti oleh hampir semua peserta luar AS. Pada tahun
1989, acara gratis itu adalah mengunjungi Sausalito, sebuah kota cantik
di tepi pantai. Kami berangkat dengan kapal pesiar yang khusus dicarter,
menyusuri teluk San Francisco yang molek, melintas di bawah Golden Gate
Bridge yang terkenal. Di kapal, sebuah kelompok musik menghibur peserta
yang asyik bergoyang mengikuti irama. Tetapi, banyak juga peserta yang
malu-malu dan menghabiskan waktunya dengan mengobrol saja.



Siapa yang terbaik?



Pada hari terakhir, semua kelompok menyajikan hasil tugasnya di depan seluruh
peserta dan pengajar. Tugas ini dinilai oleh tim juri yang terdiri atas
para pengajar. Pada tahun 1989, kelompok penulis meraih juara kedua. Kelompok
kami memang agak 'sableng'; kami berencana menerbitkan buku masak khusus
yang menyajikan aneka masakan dari ... daging anjing! Ini sebetulnya topik
yang sensitif bagi masyarakat Amerika yang dikenal penyayang anjing. Tetapi,
tugas ini ternyata berhasil memikat para juri karena penyajiannya yang
kocak - diuraikan kiat menangkap anjing (mencuri anjing tetangga), cara
membunuhnya (dibanting dalam karung supaya darah anjing tidak menciprati
baju), mengulitinya (karkas digantung di dahan pohon). Yang juga unik dan
menggelikan adalah pilihan nama anjing terkenal untuk setiap resep masakan:
Semur Garfield, Sup Pavlov, Capcay Rin Tin Tin, Gulai Snowy. Anda mau tahu
judul bukunya? Kalau anjing dikenal sebagai sahabat manusia atau men's
best friend, maka buku kami berjudul Men's Best Food!



Dunia tanpa kertas



Pada acara terakhir, digelar panel diskusi. Pada tahun 1989, pokok bahasannya:
Dunia tanpa kertas. Para panelis mengemukakan pandangan mereka tentang
kecenderungan dunia penerbitan di abad ke-21. Pada umumnya mereka berpendapat
bahwa kertas masih akan digunakan dalam dunia penerbitan. Hanya seorang
panelis yang dengan tegas mengatakan bahwa pada tahun 2010 terbitan nekamedia
akan merajalela dan kertas tidak akan digunakan lagi.


Pendapat ini mengundang debat sengit. Seorang
peserta wanita dengan sinis mengatakan bahwa dia tidak akan pernah mau
membaca majalah hiburan sambil melotot di depan layar komputer. Dia lebih
suka membacanya sambil tiduran di kursi malas. Akhirnya, setelah diserang
habis-habisan, si panelis bandel itu 'menyerah' dengan mengatakan: "All
right, I agree that in the year 2010 paper will still be in use ... as
toilet paper ...!"






Berita Buku & Majalah Alumni ITB



4 comments:

  1. Mbak, saya baru saja menemukan blog Mbak secara tidak sengaja, and I LOVE IT! Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan dari blog ini, dan bidangnya memang bidang yang saya sukai--berhubungan dengan bahasa dan tulis-menulis :)

    Wah, ini benar-benar penemuan berharga; saya merasa begitu bersemangat karena menemukan berton-ton pengetahuan baru yang menarik dan dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Apalagi mengenai oz dan ons--saya juga sempat bingung mencari-cari oz, terutama fl oz. setelah melihat resep campuran minuman di internet.

    Ah, blog Mbak ini memang bisa menjadi jembatan antar budaya yang sangat mengasyikkan. Mulai sekarang saya akan rajin mengunjungi "jembatan" itu :) Makasih, banyak, Mbak. Ini seperti oase buat saya.

    Salam kagum! :)

    ReplyDelete
  2. Senang sekali dapat menemukan blog Ibu. Kebetulan saya sedang mencari informasi tentang Publishing Course. Setelah saya cari di Google, keluarlah blog Ibu. Beberapa isi blog ini sudah saya cantumkan dalam presentasi bos saya kepada bosnya lagi (owner). Tapi sayang dia nggak jadi berangkat tahun ini. Katanya, dia harus mempersiapkan bahasa Inggris lebih dulu. Btw, kalau dikonversi ke TOEFL berapa skor yang layak untuk dapat mengikuti kursus ini dengan baik? Kalau saya sih sebenarnya kepingin ikut juga, tetapi harus bekerja keras untuk mencari beasiswa kalee ye...

    ReplyDelete
  3. Halo Hery, untuk mengikuti SPPC memang diperlukan kemahiran berbahasa Inggris yang (sangat) baik. Semua ceramah tentu diberikan dalam bahasa Iggris, begitu juga semua diskusi bersama sesama peserta. Waktu saya ikut SPPC 1989, nilai TOEFL saya sekitar 600, itu pun saya masih terbengong-bengong ketika mendengarkan jokes, minder banget jadinya. Tapi, seingat saya mereka tidak menentukan batas minimal TOEFL sebab tentu saja hal ini bisa membatasi peserta dari luar AS. So, kalau memang Hery bekerja di dunia penerbtan buku/majalah, ikut aja worth every penny.

    ReplyDelete
  4. Halo Mbak "beradadisini", hehehe, makasih ya untuk sanjungannya. Maaf kalau saya terlambaaaat sekali balas komentarnya. Maklum, saya jarang menyambangi rumah sendiri, terlalu disibukkan dengan pekerjaan lain. Mau meng-update juga masih belum sempat.

    salam hangat,
    sofia

    ReplyDelete