Friday, April 15, 2005

"Mama, Patahkan Juga Tanganku!"



Tulisan ini memenangkan hadiah ketiga Sayembara Mengarang majalah
Ayahbunda 1994 dengan tema "Pengalaman paling mengesankan sebagai
orang tua".



*


Andaikanlah mesin waktu seperti yang diciptakan Dr. Emmet dalam film Back
to the Future
memang ada. Andaikanlah pula aku bebas memilih waktu
di masa lalu untuk kujalani kembali. Hari apakah yang kupilih? Pertanyaan
seperti ini sering diajukan kedua mutiara kembarku, Femmy dan Fahmy, yang
sekarang berusia 17 tahun.


"Terlalu banyak waktu yang ingin Mama jalani kembali," begitu jawabku
selalu. Dan memang demikianlah. Aku selalu bersyukur kepada-Nya yang telah
memberikan kebahagiaan tak terhingga bagiku, mengasuh kedua buah hatiku.


"Ayolah Ma, pasti ada satu hari yang Mama ingin ulangi lagi", desak
Fahmy setengah memaksa.


"Yang pasti, Mama ingin mengulangi pagi hari Minggu, 25 April 1976,
pukul 09.15. Saat itulah saat yang paling membahagiakan Mama, setelah kalian
berdua lahir dengan selamat dan berhentinya rasa sakit yang Mama alami
sepanjang malam. Kelahiran sepasang anak kembar yang sehat adalah impian
Mama sejak remaja."


"Hanya itu?" tanya Femmy, kurang puas. "Pasti ada kejadian lain yang
ingin Mama ulangi dalam hidup Mama."


Aku terdiam sejenak. Memang ada satu hari lagi yang tak akan pernah
kulupakan. Aku tidak yakin ingin mengulangi hari itu seluruhnya, tetapi
ada saat-saat pada hari itu yang akan terus terpatri kuat di lubuk hatiku.


***




Waktu itu, si kembarku berusia 5 tahun, harinya hari Sabtu sekitar pukul
19.30, tempatnya rumah mertuaku di utara kota Bandung. Waktu itu suamiku
tengah pergi berbelanja sendiri, dan aku sedang asyik bercakap-cakap dengan
anggota keluarga yang lain. Femmy dan Fahmy bermain bersama sepupu mereka,
berlari berkejaran di dalam rumah.


Tiba-tiba, terdengar tangisan nyaring Femmy. Aku melompat dari dudukku,
memburunya. Dan ... tak akan pernah kulupakan pemandangan mengerikan itu:
lengan bawahnya melengkung, pertanda ada tulang yang patah. Kupeluk tubuhnya
yang kecil tanpa berani menyentuh lengannya itu. Seluruh keluarga panik.
Kami semua berunding untuk segera membawa Femmy ke dokter.


"Ke dokter mana? Sekarang hari Sabtu, banyak dokter tidak praktek. Lagipula,
ini harus langsung ditangani rumah sakit. Tidak mungkin dokter umum bisa
membetulkannya", kataku sok tahu. Padahal, aku ngeri membayangkan rumah
sakit dengan suasananya yang selalu membuat bulu kudukku berdiri. Dengan
agak ragu, salah seorang saudaraku mengajukan usul: "Kita bawa saja ke
Bah Bohon, ahli urut di Gegerkalong."


Segera aku menyetujuinya. Lalu, kami pun bergegas berangkat ke rumah
Bah Bohon yang jaraknya sekitar 1 km saja dari rumah mertuaku.


Bah Bohon (alm) adalah seorang tukang urut terkenal yang sering merawat
olahragawan yang cedera. Usianya memang sudah lanjut, namun sikapnya yang
tidak ragu-ragu segera dapat menenangkan hatiku yang gelisah. Lengan Femmy
yang melengkung itu dipegang-pegangnya. Kemudian, dengan mantap ia mengambil
semangkuk air, membacakan mantera sebentar, lalu memercikkan sedikit air
itu ke lengan Femmy. Selanjutnya, sambil satu tangannya memegang siku Femmy,
dengan tangan yang lain diluruskannya lengan bengkok itu dengan satu kali
hentakan tiba-tiba. Femmy meringis, tetapi keterkejutannya dan kekagetanku
berlalu dalam sekejap.


"Parantos", kata Bah Bohon dalam bahasa daerah, yang berarti
sudah selesai. "Sekarang tinggal dibalut sambil disangga dengan papan",
katanya lagi. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, semuanya rampung.
Dan, dengan penuh rasa syukur kami pun kembali ke rumah.


Rangkaian peristiwa itu terjadi begitu cepat -- mulai dari saat aku
mendengar teriakan Femmy, panik, bergegas ke rumah Bah Bohon, perawatan,
dan perjalanan kembali ke rumah. Selama kejadian itu berlangsung, aku rupanya
telah mencurahkan seluruh perhatianku pada Femmy seorang, melupakan Fahmy.
Padahal, ia merasa sangat bersalah karena ialah yang mengejar-ngejar saudara
kembarnya itu sampai akhirnya terjatuh dan celaka.


"Mama", bisiknya takut-takut sambil menggamit lenganku ketika kami turun
dari mobil.


"Ya, sayang?"


"Apakah tangan Emi akan menyambung kembali?" tanyanya dengan mata gelisah.
Tampak kesedihan mendalam di bola matanya yang bening.


Ya, Tuhan, maafkan aku. Sementara aku tenggelam dalam kepanikanku sendiri,
aku telah melupakan kepanikan lain di hati putraku. Kupeluk tubuhnya yang
menggigil.


"Ya, sayang. Tentu saja tangan Femmy akan baik kembali. Hari Senin nanti
kita bawa Femmy ke dokter tulang. Fahmy boleh ikut dan menanyakannya langsung
ke dokter."


Ia mengangguk senang. Aku pun merasa lega karena telah berhasil menenangkan
hatinya.


"Mama, ... ", katanya lagi, "Patahkan juga tangan Ami. Biarkan Ami merasakan
apa yang dirasakan Emi tadi .... "


Aku terpana mendengar permintaannya. Kuciumi kelopak matanya yang basah.
Dan, jauh di dalam hatiku, aku berbisik: "Terima kasih, Tuhan. Terima kasih
karena telah Kautumbuhkan rasa persaudaraan yang erat di antara kedua anakku.
Lindungilah mereka selalu, kedua permata hatiku".



Ayahbunda, No. 7, 1994







6 comments:

  1. Thanks for sharing Tante, benar2 menyentuh hati :)

    ReplyDelete
  2. aduh tante..cerita enak banget dan akhirnya bikin aku terharu.Ajarin aku nulis dong...

    ReplyDelete
  3. dear Rini,
    makasih ya karena telah membaca cerita ini, cerita kebanggaan saya...

    percaya atau tidak, cerita ini saya tulis di kantor dalam waktu hanya dua jam! waktu itu saya baca majalah Ayahbunda di kantor, dan melihat ada iklan untuk sayembara ini. setelah berpikir sejenak, langsung saya menulis cerita itu...

    saya juga selalu berlinang air maat setiap kali membacanya, membayangkan ketika peristiwa itu terjadi, ketika Fahmy bertanya dengan tatapan mata gelisah, dan keharuan dan ketercengangan saya saat mendengar permintaannya yang tak terduga itu...

    ajarin nulis? hehehe, ya nulis aja seperti nulis di diary... pasti bisa kok.

    ReplyDelete
  4. halo, ini siapa yaaa... sori baru dibales sekarang... blog saya memang jaraaang banget ditengok, apalagi di-update... tapi memang niat sih mau diupdate, mungkin maret nanti setelah ada waktu senggang.

    makasih karena sudah membaca kisah sejati ini... and i am glad that it touches your heart as it does mine...

    ReplyDelete
  5. NiFi.... aku baru berkunjung nih...dan membaca tulisan ini benar2 bikin aku meneteskan air mata karena terharu....TFS ya

    ReplyDelete
  6. Makasih Jo, memang banyak teman yang meneteskan air mata membaca kisah nyata ini. Termasuk aku - hehehe

    ReplyDelete