Sunday, April 17, 2005

Keluarga




Stanford Professional Publishing Course (Oleh-oleh)


Oleh-Oleh dari Stanford University, Palo Alto, Juli 1989


Stanford Professional Publishing Course atau SPPC adalah kursus tahunan
yang sejak tahun 1978 diselenggarakan setiap bulan Juli oleh Ikatan Alumni
Stanford University. Kursus yang dibanggakan sebagai ajang untuk memperoleh
"master degree in publishing" ini diperuntukkan bagi para profesional
penerbitan yang berpengalaman sedikitnya tiga tahun.



Peserta, alumni, dan direktori



SPPC tidak hanya diikuti oleh warga Amerika Serikat, tetapi menarik peserta
dari seluruh penjuru dunia. Sampai di usianya yang ke-19 pada tahun 1996
ini, alumninya mencakup lebih dari 2000 orang. Dari jumlah ini, sekitar
20% adalah peserta luar AS, dan sekitar 15 orang di antaranya dari Indonesia,
termasuk penulis.


Setiap tahun, para alumni dikirimi buku daftar
nama dan alamat SPPCer (alumni SPPC), yang tentu saja makin lama makin
tebal. Direktori ini sangat bermanfaat karena dapat digunakan untuk keperluan
bisnis. Baru-baru ini penulis disurati seorang SPPCer Rusia Angkatan 1989,
sengkatan dengan penulis, yang menawarkan pekerjaan untuk cabang penerbitnya
di AS. Penulis juga pernah memanfaatkan Direktori untuk berbagi informasi
dengan sesama SPPCer, misalnya ketika mulai menggunakan Internet dalam
penerjemahan dan penyuntingan. Ketika mengunjungi Tokyo Book Fair 1995,
penulis dijamu dan bertukar informasi mengenai penerbitan di negara masing-masing
dengan seorang SPPCer Jepang. Jadi, Direktori SPPC mengakrabkan silaturahmi
antara sesama SPPCer.



Perlengkapan pendukung



Selama kursus yang berlangsung dua minggu, peserta dianjurkan menginap
di asrama mahasiswa yang kosong di musim panas; tentu saja membayar. Perlengkapan
tambahan yang dapat disewa antara lain telepon dan sepeda. Rupanya sejumlah
peserta dari AS perlu terus berkomunikasi dengan perusahaannya sehingga
memerlukan telepon pribadi di kamar. Sementara itu, sepeda sangat membantu
kelancaran transportasi selama kursus. Kampus Stanford memang sangat luas,
dan jarak dari satu kelas ke kelas lain lumayan jauhnya. Kita bisa saja
berjalan kaki, tetapi lebih asyik bersepeda karena sepeda juga berguna
untuk menjelajahi wilayah kampus di waktu luang, misalnya mengunjungi toko
buku, perpustakaan, pusat komputer, atau sekadar jalan-jalan mengunjungi
Museum Rodin atau belanja ke pertokoan kampus yang amat lengkap, mirip
aneka mal yang terus menjamur di Jakarta. Begitu luasnya kampus Stanford
sehingga jalan di lingkungan kampus ada namanya masing-masing, misalnya
West dan East Campus Drive. Asrama yang banyak bertebaran juga mempunyai
nama, misalnya Schiff House dan Grosvernor House, tempat penulis menginap.


Kursus mengambil tempat di sejumlah ruang kuliah
modern, meskipun kadang-kadang tampilan luarnya terkesan kuno. Untuk mendukung
sajian para perancang, dipakai Annenberg Theater yang luas, yang dilengkapi
layar lebar. Pembicaraan mengenai penerbitan nekamedia yang menggunakan
komputer dan video disc player dilangsungkan di Braun Auditorium
yang memiliki perlengkapan serba mutakhir.


Sejak awal, peserta kursus dibagi menjadi dua
bagian besar -- bagian majalah dan buku. Setiap peserta hanya diperkenankan
memilih salah satu bagian karena sekitar 75% bahan disampaikan secara paralel
dalam ruangan yang berbeda. Jika kita berminat mengikuti keduanya, terpaksa
harus menjadi peserta dua kali. Untuk mengikuti kursus yang kedua kalinya
itu, sebagai alumni, kita berhak mendapat potongan biaya kursus.



Pengajar



Bagaimana staf pengajarnya? Mereka adalah para pakar dari sejumlah penerbit
ternama, antara lain Simon&Schuster, Doubleday, Harper&Row, Addison-Wesley
untuk kelompok buku; dan dari Time, Newsweek, Money, Travel & Leisure,
New York Times
dll. untuk kelompok majalah. Di samping pakar penerbitan,
pengajar juga mencakup para ahli perancangan, ahli pemasaran, pakar komputer,
dan sejumlah pembicara tamu yang merupakan orang terkemuka dalam dunia
penerbitan AS. Pada tahun 1989, ketika penulis menjadi peserta, keynote
speaker
yang tampil pada malam pembukaan adalah Brendan Gill, wartawan
senior The New York Times. Pembicara tamu lainnya adalah Rick Smolan,
jurufoto sejumlah majalah terkenal dan beberapa orang lainnya. Para pembicara
tamu ini mengisi acara malam hari dalam suasana yang lebih santai.



Acara serius vs acara santai



Jadwal kursus memang padat, sesuai dengan biayanya yang cukup mahal. Pendaftaran
sudah dimulai sejak hari Sabtu sore, dilanjutkan pada Minggu pagi. Pada
Minggu malam, acara pembukaan dimulai dengan santap malam, dilanjutkan
dengan memperkenalkan staf pengajar dan pidato oleh keynote speaker.
Hari-hari selanjutnya diisi aneka ceramah dan peragaan sejak pagi sampai
sore. Diskusi dengan pengajar tidak hanya berlangsung di kelas, tetapi
juga ketika makan siang yang lezat di bawah pepohonan rindang. Para pengajar
bersantap siang bersama peserta dan bergiliran pindah dari satu meja ke
meja lain setiap hari.


Karena bulan Juli adalah musim panas, siang
hari cukup panjang. Ketika acara kursus berakhir sekitar pukul 17.00, hari
masih terang sehingga peserta masih bisa bersantai, misalnya berenang atau
tenis. Tetapi, waktu luang ini kebanyakan digunakan untuk diskusi kelompok.
Sejak awal, semua peserta memang dibagi menjadi beberapa kelompok yang
mendapat tugas merencanakan penerbitan sebuah buku atau majalah. Setiap
kelompok terdiri atas 8-10 orang. Tugas mencakup seluruh proses penerbitan,
mulai dari menentukan topik yang akan diterbitkan, mencari penulisnya,
membuat garis besar isinya, rancangannya, biaya produksinya, pemasarannya,
dsb. Tampaknya tugas ini cukup berat dan menyita waktu, tetapi sebenarnya
tidak, sebab bukankah para peserta sudah cukup berpengalaman dalam bidang
penerbitan? Namun, ada juga peserta yang merasa terlalu dibebani tugas,
lalu memutuskan untuk tidak mau terlalu berperan dalam mengerjakan tugas,
malah lebih memanfaatkan waktunya untuk menikmati kampus Stanford yang
cantik. Peserta Rusia mengatakan bahwa mereka datang ke AS karena ingin
bersantai, tidak mau serius terus!


Padahal, biaya kursus tidak murah - untuk tahun
1996 ini lebih dari $3000. Dan, penyelenggara juga sebenarnya menyediakan
acara santai. Pada akhir pekan pertama, di hari Minggu, penyelenggara menyediakan
acara menarik yang diikuti oleh hampir semua peserta luar AS. Pada tahun
1989, acara gratis itu adalah mengunjungi Sausalito, sebuah kota cantik
di tepi pantai. Kami berangkat dengan kapal pesiar yang khusus dicarter,
menyusuri teluk San Francisco yang molek, melintas di bawah Golden Gate
Bridge yang terkenal. Di kapal, sebuah kelompok musik menghibur peserta
yang asyik bergoyang mengikuti irama. Tetapi, banyak juga peserta yang
malu-malu dan menghabiskan waktunya dengan mengobrol saja.



Siapa yang terbaik?



Pada hari terakhir, semua kelompok menyajikan hasil tugasnya di depan seluruh
peserta dan pengajar. Tugas ini dinilai oleh tim juri yang terdiri atas
para pengajar. Pada tahun 1989, kelompok penulis meraih juara kedua. Kelompok
kami memang agak 'sableng'; kami berencana menerbitkan buku masak khusus
yang menyajikan aneka masakan dari ... daging anjing! Ini sebetulnya topik
yang sensitif bagi masyarakat Amerika yang dikenal penyayang anjing. Tetapi,
tugas ini ternyata berhasil memikat para juri karena penyajiannya yang
kocak - diuraikan kiat menangkap anjing (mencuri anjing tetangga), cara
membunuhnya (dibanting dalam karung supaya darah anjing tidak menciprati
baju), mengulitinya (karkas digantung di dahan pohon). Yang juga unik dan
menggelikan adalah pilihan nama anjing terkenal untuk setiap resep masakan:
Semur Garfield, Sup Pavlov, Capcay Rin Tin Tin, Gulai Snowy. Anda mau tahu
judul bukunya? Kalau anjing dikenal sebagai sahabat manusia atau men's
best friend, maka buku kami berjudul Men's Best Food!



Dunia tanpa kertas



Pada acara terakhir, digelar panel diskusi. Pada tahun 1989, pokok bahasannya:
Dunia tanpa kertas. Para panelis mengemukakan pandangan mereka tentang
kecenderungan dunia penerbitan di abad ke-21. Pada umumnya mereka berpendapat
bahwa kertas masih akan digunakan dalam dunia penerbitan. Hanya seorang
panelis yang dengan tegas mengatakan bahwa pada tahun 2010 terbitan nekamedia
akan merajalela dan kertas tidak akan digunakan lagi.


Pendapat ini mengundang debat sengit. Seorang
peserta wanita dengan sinis mengatakan bahwa dia tidak akan pernah mau
membaca majalah hiburan sambil melotot di depan layar komputer. Dia lebih
suka membacanya sambil tiduran di kursi malas. Akhirnya, setelah diserang
habis-habisan, si panelis bandel itu 'menyerah' dengan mengatakan: "All
right, I agree that in the year 2010 paper will still be in use ... as
toilet paper ...!"






Berita Buku & Majalah Alumni ITB



Jalan-jalan Yuk


Where else but Madurodam?

Kew Garden, Big Ben, Menara Eiffel, Taj Mahal, Tsar Summer Palace, Arlington Cemetery, Grand Canyon, Sydney Opera House, Ka'bah, Danau Toba, Tanah Lot, Pantai Senggigi -- inilah tempat-tempat indah dan bersejarah di dunia yang pernah saya kunjungi. Lima benua sudah saya tapaki, namun buana cantik ciptaan Ilahi ini masih sangat luas untuk dinikmati sepuas-puasnya.

Lain Padang Lain Belalang, Lain Lubuk Lain Ikannya (Wisata Kata)

"Ladies and gentlemen, pembicara yang segera akan tampil ke hadapan Anda ini mempunyai banyak nama. Ada yang menyebutnya Mr. Hyuj atau tuan raksasa,Mr. Hag atau si tukang peluk, Mr. Hages atau Mr. Huges yang entah apa artinya, dan ada pula yang menyapanya Mr. Hyujes dengan nada tanya, seakan tidak yakin apakah sapaan itu benar."

 Kalimat pembuka di atas diucapkan Linda Sivesind, moderator sidang dalam Kongres FIT (Perhimpunan Penerjemah Internasional) 1996 di Melbourne. Linda bertugas memperkenalkan Mr. Aneurin Hughes, seorang tokoh terkemuka dari Uni Eropa.

Sang moderator kemudian melanjutkan kalimat pembukanya dengan menceritakan sebuah kisah: "Lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, Hughes muda, seorang mahasiswa berkantung kempes, sedang kebingungan mencari tempat menginap di Oslo, Norwegia. Karena tidak mempunyai cukup uang untuk menyewa kamar di losmen termurah sekalipun, pemuda Hughes kemudian membaringkan diri di sebuah bangku taman di luar pagar istana kerajaan. Menjelang subuh, dia dibangunkan dan diusir oleh satpam istana ... Waktu pun terus bergulir, musim dan tahun terus berganti ... Hughes muda kini telah menjadi orang, dan menduduki jabatan penting di Uni Eropa. Ketika berkesempatan memenuhi undangan sebuah acara resmi di istana, beliau menceritakan pengalamannya itu kepada tuan rumah, Raja Norwegia. Sang raja tersenyum, lalu berkata: "Mr. Hughes, sekarang Anda boleh menginap, kapan saja Anda kehendaki, di bangku mana saja di halaman istana saya, dan saya jamin satpam saya tidak akan mengusir Anda lagi .…"

Di tengah gemuruhnya tawa dan tepuk tangan hadirin, Linda yang cantik mempersilakan Mr. Hughes tampil ke pentas. Dengan humor yang sama segarnya, Mr. Hughes mengomentari sang moderator beberapa saat, kemudian mulai mengantarkan makalahnya.

Kisah seperti di atas sering terdengar dalam berbagai seminar di mancanegara. Suasana pembukaan sidang terkesan santai, tanpa berkurang bobot keseriusannya. Tidak ada sapaan bertele-tele, tidak ada basa-basi – semua bersifat langsung, dan sering kali malah ceria, khususnya ketika moderator memperkenalkan pembicara.

Memang, sebagaimana kata pepatah, "Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lainan". Ada panitia yang suka dengan gaya agak santai seperti Linda Sivesind, tetapi ada juga yang bersikap serba resmi. Ini semua tampaknya berkaitan dengan budaya atau adat suatu bangsa atau masyarakat. Di negara kita, misalnya, panitia seminar sering kebingungan menentukan kata sapaan yang tepat untuk sejumlah pejabat atau tamu kehormatan yang hadir – siapa yang harus disebut pertama dan siapa yang terakhir, apa gelar akademik sang tamu, apa pangkatnya, apa kedudukannya, dan sebagainya. Ada kalanya, sapaan basa-basi ini berlangsung cukup lama dan menjemukan. Namun, itulah kebiasaan kita, yang tampaknya akan tetap bertahan cukup lama di masa mendatang.

Yang berusaha, yang amat berusaha

Anda mungkin terperangah bila disapa sebagai "Yang Berusaha, Tuan Anu". Tetapi, itulah salah satu sapaan yang pernah terdengar dalam seminar di negara jiran, Malaysia. Karena penasaran, penulis bertanya kepada teman yang orang Malaysia mengenai sopan-santun dalam hal sapa-menyapa ini.

Keterangannya sungguh mencengangkan. Menurut pakar sosio-linguistik ini, ada sekitar 20 kata sapaan yang biasa digunakan di Malaysia. Yang paling sopan tentu saja sapaan "Duli Yang Maha Mulia Sultan Yang Dipertuan Agong". Di bawahnya ada "Duli Yang Teramat Mulia", "Duli Yang Amat Mulia", dan "Duli Yang Mulia". Setelah itu, ada sapaan "Yang Terutama", "Yang Berhormat", dan "Yang Berusaha", yang juga terdiri atas beberapa tingkat. Dapat dibayangkan betapa bingungnya panitia dan betapa panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan acara sapa-menyapa ini jika banyak tamu kehormatan yang hadir dengan berbagai jenjang kedudukan.

Peribahasa atau kata mutiara

Sudah menjadi kebiasaan sementara orang untuk menyisipkan peribahasa, kata mutiara, ucapan orang bijak, atau bahkan puisi dalam pidato mereka. Salah satu yang paling terkenal adalah ucapan Presiden John F Kennedy pada pidato pelantikannya: "My fellow Americans, ask not what your country can do for you – ask what you can do for your country". Ucapan yang kini tertatah pada batu pualam di kompleks makam Presiden AS ke-35 ini sering dikutip banyak orang di seluruh dunia.

Meskipun tidak terlalu sering, kebiasaan menyisipkan kata bijak ini juga tampak di Indonesia dan Malaysia. Yang paling sering dikutip pada akhir sebuah acara adalah: "Bila ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi; bila ada umur panjang, boleh kita berjumpa lagi."

Bahkan, di Malaysia, ungkapan tertulis lazim pula digunakan untuk mengakhiri surat. Ungkapan "Cintai Bahasa Kita" sering mengakhiri surat dari Dewan Bahasa dan Pustaka, lembaga yang berperan memajukan bahasa nasional Malaysia. Ungkapan "Ke Arah Pembentukan Industri Terjemahan Di Malaysia" tertulis di akhir sebuah surat dari ITNM (Institut Terjemahan Negara Malaysia Berhad). Kebiasaan manis ini tampaknya belum membudaya di Indonesia, meskipun tidak ada salahnya ditiru karena kita pun kaya akan peribahasa yang menarik untuk diperkenalkan.

Belakangan ini, kata mutiara pun sering menyemarakkan jatidiri seseorang di Internet, yang dikenal sebagai signature karena fungsinya memang mirip dengan tanda tangan, yang sudah lazim kita kenal. Dalam signature di dunia elektronik ini, banyak orang yang selain mencantumkan nama, alamat (pos, fax, e-mail), dan profesinya (misalnya penerjemah bahasa tertentu), juga menambahkan gambar unik atau kata mutiara. Ini hal yang menarik karena kata mutiara pilihan seseorang secara tidak langsung menunjukkan motto hidup pemilihnya. Misalnya, anggota Greenpeace dapat dipastikan mencantumkan kata mutiara yang berhubungan dengan perdamaian dan kelestarian lingkungan.

Miss, Mrs, Ms

Membicarakan bahasa dalam kaitannya dengan kebudayaan suatu bangsa selalu menarik karena setiap kebudayaan memang unik. Dalam penerjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia (BI) sering terdengar tuduhan tentang betapa miskinnya kosakata BI, walaupun sebenarnya si penerjemahlah yang miskin kosakatanya. Buktinya, saya yakin sebagian besar orang Indonesia, yang terpelajar sekalipun, tidak mengenal makna kata "cahi, terok, kakagau" meskipun ketiga kata tersebut ada dalam KBBI. Ketiganya dapat digunakan sebagai padanan kata Inggris "brother, sample, verdict". Tetapi, seandainya pun kita mengenal ketiga kata Indonesia itu, belum tentu kita mau menggunakannya dalam terjemahan dengan dalih "tidak komunikatif".

Marilah sekarang kita kembali ke masalah kata sapaan. Ketika belajar bahasa Inggris, kita diajari tiga kata sapaan, yaitu Mr untuk pria, Miss untuk nona, dan Mrs untuk nyonya. Sekarang dikenal kata sapaan baru yang netral bagi kaum wanita, yaitu Ms, yang tidak membedakan apakah wanita yang disapa itu belum atau sudah menikah. Sapaan Ms sekarang lebih sering digunakan dan boleh dikatakan jauh lebih populer daripada Miss dan Mrs. Langkah perubahan ini diambil karena kaum wanita tidak mau dibedakan apakah dia sudah atau belum menikah. Sapaan Mr juga tidak menunjukkan status perkawinan si pria yang disapa, bukan?

Tetapi, perubahan ternyata tidak berhenti hanya sampai pada kata sapaan. Penulis pernah terheran-heran ketika membaca tulisan tentang sekelompok wanita di Amerika yang ingin mengubah kata Inggris history menjadi herstory. Kata history, yang konon gabungan dua kata "his" dan "story", dipandang meremehkan kaum wanita! Tetapi, berbeda dengan kata Ms, kata herstory tampaknya tidak lama gaungnya dan bahkan mungkin tidak pernah hidup.

Gerakan "emansipasi" ini ternyata semakin merebak, menyentuh berbagai bidang. Dalam kamus Random House Webster's College Dictionary terbitan 1992 ada tulisan yang khusus membahas kata-kata jantina (sex). Dikemukakan bahwa dewasa ini pilihan kata perlu dicermati karena dikhawatirkan bisa menyinggung perasaan orang, khususnya kaum wanita. Kita tahu, cukup banyak kata Inggris berakhiran "man", padahal sekarang banyak wanita pekerja yang menyandang makna kata yang berakhiran "man" tersebut. Misalnya, kata businessman dianggap tidak adil karena bukankah cukup banyak wanita yang juga menggeluti dunia bisnis. Maka, kata businessman dianjurkan tidak digunakan; sebagai gantinya diusulkan pemakaian kata business person, business executive, atau manager.

Contoh lainnya cukup banyak, misalnya kata man-made yang dianjurkan diganti menjadi artificial atau synthetic, fireman menjadi firefighter, chairman menjadi chairperson, cameraman menjadi camera operator atau cinematographer, mailman dan postman menjadi mail carrier atau letter carrier, steward dan stewardess menjadi flight attendant, salesman menjadi salesperson atau sales representative.

He, She, Dia

Di dalam khazanah BI, masalah jantina tidak sering mencuat karena kata sapaan dalam BI kebanyakan bersifat netral. Simaklah kalimat:

"Dialah wartawan yang memenangkan penghargaan Adinegoro tahun ini".

Kalimat itu tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris jika sebelumnya si penerjemah tidak mengetahui jantina si wartawan. Terjemahannya akan begini:

"He/She is the journalist who won the Adinegoro award this year".

Penutur bahasa Inggris juga pernah mempersoalkan sebutan untuk Tuhan, yang di dalam BI tidak menimbulkan masalah karena kita menyebut-Nya sebagai Dia – tanpa perlu menunjukkan jantina. Dalam bahasa Inggris, sebagai pihak ketiga, Tuhan disebut He, yang mengundang pertanyaan – mengapa He, bukan She?

Lalu, Anda mungkin bertanya: "Kalau begitu, apakah BI lebih kaya daripada bahasa Inggris?" Pertanyaan yang sebetulnya tidak penting karena bahasa tidak usah diperbandingkan kaya-miskinnya, melainkan mampukah penggunanya memanfaatkan bahasa tersebut untuk mengungkapkan dengan cermat gagasan mereka.

(Berita Buku, Juni 1996)

Gurame Bumbu Acar (Wisata Kata)

Untuk menghormati tamu mancanegara, sering kita menjamu mereka dengan makanan khas daerah kita. Hidangan khas Sunda, misalnya, adalah hidangan dari ikan, baik ikan pepes, ikan goreng, maupun ikan bakar. Sekadar menjamu makan memang mudah. Yang repot adalah bila sang tamu tertarik untuk mengetahui lebih jauh soal hidangan tersebut. Misalnya, apa penyebab warna kuning pada "Gurame Bumbu Acar"? Orang Sunda tentu tahu bahwa bumbu itu namanya koneng, yang dalam bahasa Indonesia disebut kunyit atau kunir. Tetapi apa bahasa Inggrisnya?

Tampaknya pendapat Josephine Bacon dari Chanterelle Translations di Inggris memang benar. Dia mengatakan dalam Kongres FIT (Himpunan Penerjemah Internasional) 1996 di Melbourne bahwa untuk dapat menerjemahkan buku masak dengan baik, seseorang bukan saja harus menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, tetapi lebih dari itu. Penerjemah buku masak harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai cara masak-memasak dalam kedua bahasa tersebut, mengenal dengan baik nama bahan dan bumbu masak di negara pengguna bahasa sasaran, dan kekhasan budaya lainnya. Ragam bahasa masak-memasak memang sangat sarat dengan kata dan frase lokal, bahkan juga dalam bahasa Inggris. Menurut Bacon, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa buku masak terbitan Amerika tidak bisa dipahami oleh koki Inggris!

Selanjutnya, Bacon mengatakan bahwa penerjemahan buku masak dapat digolongkan sebagai "penerjemahan buku ilmiah", yang sangat terspesialisasi. Jadi, sama seperti penerjemah buku ilmiah, penerjemah buku masak pun harus menguasai bahan yang diterjemahkan, meliputi teknik memasak, nama bahan dan bumbu, peralatan masak, dan sebagainya. Bahkan memiliki pengetahuan masak-memasak ini jauh lebih penting daripada menguasai bahasa sumber. Hasil terjemahan penerjemah yang menguasai masalah masak-memasak sering jauh lebih baik daripada penerjemah yang hanya menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran tetapi tidak tahu banyak tentang dunia masak-memasak.

Yang lebih memberatkan tanggung jawab penerjemah buku masak adalah sangat minimnya keterlibatan penerbit atau penyunting dalam menangani hasil terjemahan. Boleh dikatakan staf penerbit sama sekali tidak bisa membantu karena mereka bukan "pakar masak-memasak" sehingga tanggung jawab mengenai kebenaran terjemahan sepenuhnya dipikul oleh penerjemah.

Selain itu, penerjemah buku masak dituntut untuk lebih dari sekadar menerjemahkan. Mereka harus dapat "menafsirkan" resep masakan agar sesuai dengan konteks di negara sasaran, misalnya menyulih bahan asli dengan bahan lain yang dikenal sehingga resep itu dapat dipraktikkan di negara sasaran tersebut.

Jenis Bahan, Berat, dan Suhu

Mencermati masalah peristilahan sangatlah penting dalam penerjemahan buku masak, sebagaimana juga dalam penerjemahan buku ilmiah. Kekeliruan menerjemahkan istilah atau kata – dalam hal ini biasanya nama dan ukuran bahan – bisa menimbulkan "malapetaka". Misalnya, roti bisa terasa aneh karena jenis bahannya salah. Bayangkan bentuk dan rasa roti Anda jika resep mengatakan Anda harus memasukkan buah anggur, padahal seharusnya kismis! Kismis memang buah anggur, tetapi bukan anggur sebagaimana yang lazim kita bayangkan!

Berat dan ukuran merupakan masalah yang tidak kurang rumitnya. Bayangkan betapa kesalnya jika kue Anda bantat atau hidangan yang seharusnya berkuah kental ternyata malah encer karena jumlah bahan yang ditambahkan keliru. Ternyata penerjemah buku masak yang resepnya tengah Anda coba itu tidak mengetahui bahwa ukuran cup dalam buku masak Amerika tidak sama dengan ukuran cup dalam buku masak Inggris atau Australia; satu cup Amerika hanya 8 fl oz, sedangkan cup Inggris 10 fl oz.

Orang sering pula mengelirukan ukuran berat dalam oz dengan ons. Seorang penyiar TV swasta di Indonesia pernah menyampaikan informasi harga emas satu ons yang begitu murah, padahal ternyata yang dimaksudkannya adalah harga emas satu oz. Dapat dipastikan penyiar tersebut tidak tahu bahwa satu ons (100 gram) sungguh berbeda dengan satu oz (28,350 gram; dilafalkan auns). Bahkan satu oz bahan padat berbeda dengan satu oz bahan cair, yang biasa disebut fl oz. Penerjemah yang baik harus rajin membuka kamus atau buku rujukan lain agar terjemahannya benar-benar tepat dalam hal ukuran dan berat ini.

Hal lain yang juga harus dicermati adalah suhu oven. Penerjemah yang baik biasanya mencantumkan angka suhu dalam satuan fahrenheit dan celcius sekaligus sehingga pengguna buku masak tidak usah repot mengonversikannya sendiri jika oven miliknya hanya mencantumkan salah satu ukuran suhu tersebut. Jangan-jangan, masakan Anda hangus atau masih mentah hanya gara-gara Anda salah menafsirkan ukuran suhu!

Bacon juga mengemukakan pengalamannya menerjemahkan buku masak kuno yang terbit sebelum ukuran metrik digunakan. Dia perlu mencari buku rujukan untuk mengonversikan ukuran oka (digunakan pada zaman Kekaisaran Ottoman), quint (Inggris kuno), atau livre (Prancis kuno). Semua ukuran kuno ini menunjukkan berat yang berbeda-beda, bergantung pada negara, atau bahkan wilayah dalam suatu negara! Bayangkan betapa repotnya Bacon ketika menerjemahkan buku kuno tersebut.

Samakah "Aduk" dan "Kocek"?

Hal selanjutnya yang juga perlu diperhatikan adalah istilah yang digunakan; artinya, penerjemah harus taat asas atau konsisten dalam menggunakan istilah. Hal ini tentu berlaku juga pada semua jenis buku petunjuk. Menurut Bacon, resep masakan harus ditulis dengan kalimat perintah yang sama manakala menjelaskan proses yang sama. Misalnya, kalau di sebuah resep dituliskan kata "aduklah", maka dalam resep lain harus digunakan kata yang sama untuk tindakan yang sama – jangan diragamkan dengan sinonimnya, misalnya "koceklah". Jangan dibiarkan pengguna buku bertanya-tanya apakah gerakan "mengocek" dan "mengaduk" itu sama atau berbeda; mungkin penerjemah sengaja menggunakan kedua kata itu untuk membedakan gerakan yang dimaksud. Pengguna buku masak akan mengikuti perintah dalam buku selangkah demi selangkah; karena itu, semua instruksi harus dituliskan dalam kalimat perintah yang benar-benar jelas. Untuk menghasilkan naskah yang baik, jika perlu, penerjemah membuat sendiri format penulisan yang baku, dan inilah yang secara taat asas digunakannya sebagai pedoman.

Tanaman Telur!

Penerjemahan buku masak bukan satu-satunya yang berhadapan dengan nama bahan makanan yang begitu beragam di berbagai pelosok dunia. Penerjemahan yang sejenis dengan ini adalah penerjemahan buku yang mengupas bahan obat tradisional, buku tanaman atau pertanian, dan buku yang membicarakan masalah pangan.

Ada seorang penerjemah buku pertanian yang berhadapan dengan istilah grape fruit. Langsung saja dia menerjemahkannya menjadi buah anggur, padahal yang dimaksud adalah sejenis buah jeruk besar berwarna kuning, semacam jeruk bali. Bagaimana pula jika dia menjumpai kata star fruit? Jangan-jangan diterjemahkan menjadi buah bintang, padahal yang dimaksud adalah buah tropika yang sudah sangat kita kenal dengan nama belimbing, yang memang penampang irisannya berbentuk bintang. Penerjemah harus pula curiga jika menjumpai kata eggplant, jangan diterjemahkan menjadi tanaman telur, karena kita lazim menyebutnya terung ungu, yang tentu saja tidak berkerabat sama sekali dengan telur, baik telur ayam maupun telur penyu! Dalam hal ini, yang paling aman adalah menuliskan juga nama buah atau tanaman tersebut dalam bahasa Latin karena nama Latin bersifat internasional sehingga salah tafsir dapat dihindari.

Penutup

Menjadi penerjemah buku masak ternyata tidak mudah, bukan? Tetapi, menjadi tuan atau nyonya rumah yang baik pun sama tidak mudahnya, terutama jika tamu Anda "cerewet". Karena itu, jika Anda sering harus menjamu tamu asing, sebaiknya Anda memperlengkapi diri dengan pengetahuan mengenai bumbu masak Indonesia, sekaligus mencari tahu istilah Inggrisnya atau istilah Latinnya. Dijamin, tamu Anda yang sering kali penuh rasa ingin tahu itu akan terpuaskan, bukan saja oleh kelezatan makanan khas yang Anda sajikan, tetapi juga karena Anda dapat menjawab semua pertanyaannya yang sebetulnya membuat Anda pusing tujuh keliling!

(Sebagian bahan diambil dari makalah Josephine Bacon yang disampaikan pada Kongres ke-14 FIT, Melbourne, 12-16 Februari 1996)

(Berita Buku, September/Oktober 1996)

I Am Going Today (Wisata kata)

"I am going today" (Saya akan pergi hari ini) dan "I am going to die" (Saya akan mati) terdengar mirip bila seorang Australia "totok" yang mengucapkannya. Demikian canda orang untuk mengungkapkan keunikan lafal Inggris orang Australia. Seorang teman yang pernah menuntut ilmu di negeri kanguru itu mengatakan bahwa dia membutuhkan waktu sedikitnya dua bulan untuk bisa benar-benar memahami ucapan orang Australia. Lennie Johanson, pengarang buku Australian Slang, mula-mula merasa heran mengapa penutur bahasa Inggris dari negara lain mengalami kesulitan memahami pembicaraan orang Australia. Barulah setelah mengkajinya lebih dalam, ia menyadari bahwa ternyata cukup banyak kata atau ungkapan Australia yang berbeda artinya dengan yang dipahami oleh penutur bahasa Inggris lain. Mungkin sama dengan yang pernah kita bicarakan dalam Wisata Kata ketika membandingkan bahasa Indonesia dengan bahasa Malaysia.

Dalam Wisata Kata kali ini, mari kita jelajahi khazanah kata Inggris yang khas Australia itu. Sengaja saya pilih sejumlah kata yang saya yakin dikenal baik oleh pembaca Berita Buku, serta kata dan ungkapan yang kocak dan menarik. Ada juga kata dan ungkapan yang mempunyai arti yang agak berbeda dengan makna yang kita kenal sehari-hari. Ambillah contohnya ungkapan "stupid old bastard". Saya yakin Anda akan marah besar jika ungkapan ini ditujukan kepada Anda, padahal ini dimaksudkan orang Australia justru untuk menyambut Anda sebagai teman. Menurut Lennie, orang Australia cenderung menyampaikan pujian justru dengan ungkapan yang sebaliknya. Jika mereka hendak memaki orang dengan makian sekasar "bastard", mereka cukup menggunakan huruf awalnya saja, misalnya "He's such a B!" Cara lain untuk memaki seseorang adalah dengan menggunakan kata ... basket! Contohnya, "What's that basket doing here?"

Academy Award yang Jempolan

Saya yakin kata academy award mengingatkan Anda pada acara penyerahan piala Oscar di Hollywood kepada para insan film Amerika Serikat ... kecuali bila Anda seorang Australia! Sebab, bagi John Howard (Perdana Menteri Australia sekarang) atau Mark Phillippoussis (petenis putra Australia nomor satu), academy award tidak lain adalah "tendangan bebas" dalam permainan football Australia.

Anda juga kenal istilah jempolan, bukan? Dalam bahasa Indonesia, istilah itu ditujukan sebagai pujian kepada seseorang yang berhasil melakukan sesuatu dengan hebat. Bahkan sebuah bank swasta di Indonesia menggunakan lambang ibu jari ini sebagai nama salah satu jenis tabungannya. Namun, jangan salah paham jika seorang Australia membicarakan rekan Anda dengan ungkapan He's all thumbs when it comes to carpentry. Jangan mengira rekan Anda itu dipuji sebagai jempolan, karena makna di balik ungkapan itu justru ejekan bahwa rekan Anda itu tidak tahu apa-apa mengenai pertukangan kayu.

Ungkapan yang mirip dengan all thumbs adalah butter fingers. Jika kita paham arti kata butter (mentega) dan fingers (jemari), mungkin kita dapat menebak bahwa ungkapan ini ditujukan kepada orang yang jarinya licin atau orang yang tidak cekatan. Memang orang yang dijuluki si butter finger sering menjatuhkan apa saja yang sedang dipegangnya ... jari-jemarinya benar-benar licin seperti mentega! Berbeda dengan ungkapan kita, licin seperti belut.

Salam xxx dan xox?

Cara orang mengakhiri surat memang bermacam-macam. Pakar bahasa kita, Prof. Anton Moeliono, mengakhiri surat beliau dengan "salam takzim". Dan, karena saya salah seorang pengagumnya, untuk beberapa lama saya meniru beliau, tetapi kemudian menghentikannya karena merasa salam tersebut terlalu "santun".

Kedua "kata" berhuruf tiga yang menjadi judul pasal ini adalah cara orang di Australia menutup surat mereka. Lambang xxx dalam film memang bisa berarti film "biru", tetapi sebagai penutup surat, rangkaian tiga huruf tersebut berarti cium sayang. Bagaimana dengan xox? Yang ini berarti cium ditambah peluk. Nah, Anda kini memiliki dua lambang untuk menutup surat Anda, tetapi mungkin perlu Anda jelaskan lebih dahulu kepada istri, suami, atau kekasih Anda apa arti rangkaian tiga-huruf tersebut. Atau ... persilakan pasangan hidup atau kekasih Anda itu turut ber-Wisata Kata!

Tamu dan Aneka Nama

Mungkin sebagian dari Anda telah mengerti apa yang dimaksud seorang wanita jika dia mengatakan, "Saya sedang ada tamu". Bahkan, wanita Sunda sering menambahkan bahwa tamunya itu dari Cibeureum. Ungkapan orang Australia mengenai keadaan sedang haid ini ternyata mirip - My relatives have arrived atau My friends have arrived.

Bagaimana jika kita kedatangan tamu yang bernama Richard Cranium? Dalam bidang kedokteran, cranium berarti tempurung otak. Tetapi, jika seseorang dijuluki Richard Cranium - nama yang cukup bagus - jangan merasa senang atau GR dulu. Rekan Australia Anda ternyata sedang bereufemisme - nama bagus itu ternyata julukan untuk seseorang yang dianggap tolol bukan kepalang. Dalam bahasa Indonesia mungkin sama dengan Si Otak Udang. Masih ada satu nama lagi yang harus kita waspadai. Jika seorang Australia meminta Aspro, jangan dikira dia meminta aspirin untuk obat sakit kepala. Yang dimaksudkannya adalah seorang wanita panggilan, yang belakangan ini banyak dieufemismekan wartawan kita menjadi PSK atau Pekerja Seks Komersial.

Contoh lain, kita semua tentu tahu siapa Pangeran Charles, calon Raja Inggris yang entah kapan akan naik tahta. Nama ini banyak ragamnya di Eropa, sebut saja misalnya Karl, Carl, Carlos, dan Charlie. Semua mengacu kepada kaum pria bukan? Tetapi, lain halnya di Australia. Sebutan charlie (dengan huruf c kecil) justru mengacu kepada wanita, tetapi hati-hati karena charlies (jamak) mengacu kepada payudara.

Selanjutnya, Cinderella mengingatkan kita kepada gadis cantik yang beruntung mendapatkan jodoh seorang pangeran. Anda tentu masih ingat film yang melambungkan nama Julia Roberts, Pretty Woman, yang dipandang banyak orang seperti kisah Cinderella di zaman modern sekarang ini. Pokoknya, ungkapan "seperti Cinderella" menyiratkan keberuntungan, khususnya bagi seorang wanita. Namun, jangan salah, di Australia kata Cinderella justru ditujukan kepada orang yang dibenci atau diremehkan!

Love Child

Memang ada sejumlah ungkapan Inggris-Australia yang sama dengan ungkapan Indonesia, tetapi lebih banyak lagi yang berbeda. Contoh ungkapan yang sama adalah crocodile tears untuk menyatakan tangis munafik. Entah apa istilah untuk tangis politik yang pernah menghebohkan masyarakat Indonesia beberapa tahun yang lalu. Ada lagi ungkapan accident yang menyatakan "kecelakaan" atau kehamilan yang tak diinginkan, dan all in the family yang berarti rahasia keluarga atau rahasia perusahaan, atau ac-dc yang berarti waria, jantina, atau banci. Sementara itu, contoh ungkapan yang maknanya berbeda, selain all thumbs yang sudah dikemukakan tadi, adalah love child. Di Indonesia, anak yang lahir di luar nikah sering disebut anak haram, meskipun belakangan ini istilah kejam tersebut mulai jarang digunakan. Di Australia, anak di luar nikah justru disebut love child. Apakah berbedanya cara pengungkapan ini menunjukkan juga berbedanya cara kedua masyarakat memandang si anak? Entahlah.

Selain ungkapan yang lazim, ada juga ungkapan yang mengejutkan. Contoh ungkapan yang lazim dan mudah ditebak maknanya adalah cancer stick (batang kanker) dan coffin nail (paku peti-mati) yang tidak lain bermakna rokok - rokok memang berbentuk batang atau paku yang diperkirakan bisa menimbulkan kanker dan kematian, bukan? Ada ungkapan yang juga mudah ditebak maknanya - cake hole (lubang kue) - yang tentu saja berarti mulut. Tetapi, apakah makna queen, eau de cologne, college, dan abortion? Keempat kata ini kata yang lazim kita kenal dan sudah kita ketahui artinya, bukan? Tetapi, ternyata kata queen dapat bermakna lelaki homoseks, eau de cologne berarti telepon, abortion berarti gagal total, dan college bermakna penjara! Di Melbourne ada bangunan yang disebut Bluestone College yang tidak lain adalah Pentridge Prison, penjara di kota itu. Apakah ungkapan tersebut menyiratkan bahwa bangunan penjara itu merupakan sekolah tinggi bagi narapidana?

Contoh ungkapan lain yang mencengangkan adalah Darwin pyjamas. Jika seseorang mengatakan bahwa dia tidur mengenakan Darwin pyjamas, dia justru tidur telanjang alias tak mengenakan sehelai benang pun, apalagi berpiyama. Ungkapan lain yang juga menarik adalah give birth to a politician - bukan berarti melahirkan seorang politikus ulung - melainkan buang air besar. Entah bagaimana asal-mulanya sampai politikus yang biasanya dihormati menjadi bagian ungkapan yang sedemikian 'tak terhormatnya'. Nama Bali dan New Delhi pun ternyata memiliki kesamaan, yaitu dalam ungkapan Bali belly dan Delhi belly yang tidak lain berarti sakit perut; mungkin banyak orang Australia yang sakit perut ketika berlibur di Bali atau di New Delhi. Ungkapan dance on air yang semula saya duga berarti gembira bak menari di awang-awang ternyata malah berarti mati di tiang gantungan. Ada juga sedikitnya tiga dokter yang bukan berfungsi menyembuhkan orang, melainkan mendatangkan kenyamanan; ketiga dokter itu adalah Albany doctor, Freemantle doctor, dan Esperance doctor. Ketiganya bukan dokter sembarang dokter, melainkan sebutan untuk angin sejuk dan segar yang berhembus di hari yang amat panas!

Penutup

Tanpa terasa, telah setahun lamanya kita berwisata menjelajahi dunia kata. Kebanyakan kata yang diterokai asal-usulnya memang berasal dari bahasa Inggris karena sumber yang saya gunakan adalah berbagai kamus bahasa tersebut. Sungguh ironis - sebagai orang Indonesia, pengetahuan saya mengenai asal-usul kata bahasa saya sendiri sangatlah terbatas; demikian juga informasi dalam berbagai kamus Indonesia yang saya miliki. Karena itulah saya akan menyambut gembira jika ada pemandu wisata kata lain yang berkenan menggantikan saya dengan membawa pembaca Berita Buku menjelajahi khazanah kata Indonesia.

Sebagaimana kata pepatah, tak ada pesta yang tak berakhir. Maka, sudah tiba saatnya saya pun mohon diri dan mengakhiri wisata kita. Harapan saya semoga para pecinta rubrik ini telah terhibur dan menikmati perjalanan kita selama setahun ini. Dan, di akhir wisata kita, ada baiknya kita mengintip makna di balik kata pengungkap perpisahan seperti ciao dan good bye. Menurut teman saya di email list Lantra, sebuah kelompok pecinta bahasa (LANguange) dan terjemahan (TRAnslation) di Internet, ciao berasal dari kata Venesia schiavo atau sclavus, lalu berkembang menjadi ungkapan Itali servo suo yang berarti budak Anda! Sementara itu, kata goodbye berasal dari God be with ye (ungkapan Inggris kuno) yang berarti Semoga Tuhan menyertaimu. Kalau boleh, saya ingin mengakhiri wisata kita dengan aneka ucapan perpisahan yang berasal dari berbagai bahasa - good bye (Inggris), dag (Belanda), auf wieder sehen (Jerman), au revoir (Prancis), arrivederci dan ciao (Italia), sayonara (Jepang), ta-ta (Australia), wassalamualaikum (Arab), chai-chen (Mandarin), sampai berjumpa lagi!

(Sumber: Johansen, Australian Slang, A Dinkum Guide to Oz English dan aneka sumber lain)

Dari Bisnis Sampai Garam (Wisata Kata)

Di Amerika Serikat ada lomba mengeja kata bagi murid sekolah, disebut spelling bees. Acara ini membuat kita geleng-geleng kepala. Betapa tidak. Anak-anak yang masih "bau kencur" itu diminta mengeja kata yang sulit dieja dan kadang-kadang artinya pun tidak semua orang tahu. Contohnya incandescence, callisthenics, onomatopoeic, Mississippi, Massachusetts ... (berapa huruf s, p, dan t-nya?)

Sekiranya Anda diminta mengeja kata bisnis dalam bahasa Inggris, dapatkah Anda menjawab dengan benar? Jika dalam sekejap Anda menjawab: b-u-s-i-n-e-s-s, bayangkan secepat apa peserta spelling bees memberikan jawaban mereka. Tetapi, di masa lalu, bahkan para jenius pun dibuat pusing tujuh keliling karena bentuk kata business bisa melebihi 30 macam, antara lain bissinesse, besynes, besiness, bysness, buseness.

Kata business, yang diserap menjadi bisnis dalam bahasa Indonesia, mula-mula berbentuk busy-ness, yaitu "sibuk melakukan sesuatu" atau "being busy about something". Tetapi, di masa lalu, jika seseorang disibukkan oleh bisnis, dia dicurigai terlibat dalam kegiatan yang mencelakakan orang. Baru kemudianlah kata itu berarti "melakukan kegiatan apa pun", dan akhirnya berarti bisnis yang kita kenal sekarang.

Bank bangkrut kehabisan dolar

Membicarakan bisnis tentu tidak lepas dari urusan bank, yang sekarang berarti tempat para pelaku bisnis menyimpan, mengirimkan, atau mengambil uang. Tetapi, tahukah Anda bahwa para bankir Mesir dan pedagang valuta asing Inggris di masa lalu melakukan bisnis sambil duduk-duduk di bangku? Dari kata bangku inilah kita mendapatkan kata bank, yang dipinjam dari kata Jerman, bangk-. Istilah "bangku peminjaman uang" berasal dari kata Itali kuno banca dan kata Prancis banque yang berarti bangku, yang juga berakar dari kata Jerman bangk-.

Kata turunannya, bangkrut atau bankrupt yang masuk ke khazanah bahasa Inggris pada abad ke-15, berasal dari istilah Itali banca rotta, yang secara harfiah berarti "bangku pecah". Sempalan suku kata "rupt" memang berarti pecah dalam bahasa Latin; jadi, jika seseorang bankrupt, arti harfiahnya adalah bangkunya pecah alias bisnisnya berantakan.

Sekarang, tahukah Anda nama mata uang yang paling populer di dunia? Tidak salah kalau Anda menjawab dolar. Riwayat kata ini dimulai pada abad ke-16. Pada waktu itu, uang dibentuk menjadi koin yang bahannya diambil dari tambang perak di Bohemia, di daerah pegunungan Erzgebirge, Cekoslowakia. Daerah pertambangan itu berada di Lembah Joachim atau Joachimstahl. Koin uang itu kemudian dinamakan Joachimstahler, disingkat Thaler, dan dengan mudah lafalnya berubah menjadi dolar. Pada sekitar tahun 1700, ejaan Inggris dollar menjadi baku, dan pada tahun 1785 kata itu digunakan sebagai nama satuan mata uang di Amerika Serikat. Sekarang, dolar adalah nama mata uang di sekitar 30 negara, misalnya Australia, Kanada, Hong Kong, New Zealand, Singapura, dan Zimbabwe.

Anda seorang broker?

Seiring dengan perkembangan pesat ekonomi Indonesia, peristilahan dalam bidang keuangan dan perbankan pun mengalami kemajuan mengesankan. Belum terlalu lama kita mengenal istilah pagu kredit, pangsa pasar, pemasok, bursa, waralaba, nirlaba, dan kinerja.

 Setelah Bursa Efek Jakarta (BEJ) mulai berkiprah, sebuah istilah langsung mencuat -- pialang. Dulu, istilah ini dikenal awam sebagai calo atau makelar, tetapi kedua kata ini rupanya terdengar kurang sedap di telinga. Bagaimana kalau broker? Para pemuda berdasi yang sibuk menawarkan saham di lantai bursa mungkin langsung manggut-manggut. Tetapi, masihkah mereka mau disebut broker setelah tahu riwayat di balik kata tersebut?

Kata broker berasal dari bahasa Anglo-Norman brocour yang berarti "pedagang kecil". Dalam bahasa Prancis tempo dulu, seorang broker sama dengan brokiere, yaitu orang yang pekerjaannya membuka tutup botol minuman anggur. Makna kata ini terus berkembang menjadi "penjual minuman anggur". Tetapi, sekitar akhir abad ke-14 di Inggris, kata itu adalah cap bagi makelar cinta alias germo atau mucikari, atau bahkan si perusak perkawinan atau marriage broker. Akhirnya, kata broker disandang para pedagang eceran, perantara, atau penjual apa saja, termasuk penjual saham. Jadi, muda-mudi bertelepon genggam di lantai BEJ atau di NYSE di Wall Street mungkin tidak tahu bahwa menurut sejarah, mereka itu dulunya sama saja dengan pembuka botol, pedagang minuman, atau malah profesi yang lebih "menyeramkan".

Economist si pengatur budget

Apakah Anda seorang ekonom, ahli ekonomi, atau economist? Apakah Anda seorang petugas pembukuan yang hemat dan cermat, yang cakap mengelola uang, yang mampu mengatur suatu masyarakat, wilayah permukiman, atau bisnis tanpa pernah merugi? Kalau ya, Anda sungguh seorang "pengurus rumah" sejati, karena memang itulah arti kata economist di masa lalu. Kata Yunani oikonomia secara harfiah berarti "manajemen rumah". Jadi, seorang economist mempraktekkan oikonomia, dan karena itu ia haruslah seorang "manajer rumah" yang berpenampilan rapi dan apik.

Bagaimana cara seorang economist mengelola keuangan? Dia menentukan anggaran bisnisnya atau menetapkan budget. Kaum saudagar Prancis di Zaman Pertengahan membawa uang mereka dalam sebuah bougette atau "tas kecil", kata yang berasal dari bahasa Latin bulga yang berarti "tas kulit". Bahasa Inggris memungut kata tersebut pada abad ke-15, lalu ejaannya berubah menjadi budget pada tahun 1611. Makna yang menyangkut keuangan baru muncul pada abad ke-18, tepatnya pada tahun 1733 ketika kata itu diartikan sebagai "pernyataan tentang posisi keuangan pemerintah untuk tahun berjalan, berdasarkan perkiraan pengeluaran dan pendapatan" - mirip dengan makna yang berlaku sekarang. Pada tahun 1850, istilah budget mulai digunakan untuk kepentingan yang bersifat non-pemerintah dan semakin lazim digunakan untuk anggaran keluarga atau perseorangan. Dari sini maknanya berkembang menjadi "uang yang tersedia, diperlukan, atau dijatahkan untuk keperluan tertentu". Nah, manakala menetapkan budget untuk berlibur, masihkah Anda memerlukan bulga untuk menyimpan uang? Setahu saya, Anda cukup membawa sekeping kartu kredit atau uang plastik. Bahkan sebuah bulga pun terlalu besar untuk menyimpan "uang" tersebut!

Boss Demokrat vs Leader Republik

Dalam bisnis, ada istilah atasan dan bawahan, ada boss dan "keroco". Kata Inggris boss, yang tercantum sebagai entri "bos" dalam KBBI, diperkirakan masuk ke dalam bahasa Inggris pada pertengahan abad ke-17, dari bahasa Belanda baas yang berarti majikan. Masuknya melalui New Amsterdam, kota yang berganti nama menjadi New York ketika diambil alih Inggris. Perjanjian Breda yang ditandatangani Inggris, Belanda, Prancis, dan Denmark mengalihkan kedaulatan New York ke tangan Inggris, dan pengaruh Belanda yang membekas dengan kuat adalah penginggrisan sejumlah kata Belanda, antara lain kata baas itu.

Kata boss mengalami perkembangan selama masa perbudakan di Amerika, tetapi ceritanya kurang menarik. Meskipun begitu, ada satu yang ingin saya sampaikan, khususnya menjelang kampanye pemilihan presiden di Amerika Serikat antara Bill Clinton dari Partai Demokrat dan Bob Dole dari Partai Republik. Dole adalah calon yang dibanggakan pendukungnya sebagai pemimpin bangsa yang hebat, dan mungkin saja dia tertarik untuk mengutip kata-kata pendahulunya, Harry Truman, mantan Presiden AS (1945-53): "When a leader is in the Democratic Party, he's a boss; when he's in the Republican Party, he's a leader".

Nepotisme

Sekarang, mari kita beralih ke pemimpin tertinggi pemeluk agama Katolik, para paus. Menurut ketentuan agama ini, paus tidak diizinkan menikah, dan karena itu pula tidak memiliki keturunan. Para paus di masa lalu sering bertukar pikiran dan melimpahkan tugas kegerejaan kepada keponakan mereka. Dalam bahasa Latin, keponakan adalah nepos atau nepotis. Nah, kebiasaan para paus ini kemudian disebut nepotisme.

Ketika Bakrie Brothers, sebuah perusahaan keluarga terkenal di Indonesia, mempekerjakan Tanri Abeng yang bukan keluarga Bakrie sebagai manajer perusahaan, dikatakan bahwa Bakrie telah menanggalkan paham nepotisme. Sebaliknya, Ferdinand Marcos, mantan presiden Filipina, dituduh menganut nepotisme walaupun tidak mempekerjakan keponakannya - istri dan anak-anaknyalah yang dijadikan pejabat tinggi dalam pemerintahannya. Jadi, di masa sekarang, nepotisme tidak lagi berarti kegiatan paus yang mengutamakan keponakan, tetapi sudah merambah ke bidang bisnis dan politik dengan melibatkan kerabat atau keluarga dekat.

Anda menerima salary?

Jika Anda bekerja, secara berkala Anda menerima upah, bukan? Mungkin Anda menggeleng dan membetulkan: "Bukan upah, saya menerima salary". Baiklah. Tapi, tahukah Anda bahwa salary berasal dari kata Latin salarium atau ... upah berupa garam? Manusia di masa lalu rupanya sudah mafhum bahwa garam adalah salah satu bagian penting diet manusia sehingga sebagian dari upah yang dibayarkan kepada serdadu Romawi pun dimaksudkan untuk membeli garam (kata Latin-nya sal). Kata salary terus berkembang maknanya, dan sekarang diartikan setiap jenis upah atau gaji. Jadi, bila Anda menerima salary, jangan lupa, sebagian daripadanya dimaksudkan untuk membeli garam!

Penutup

Dari bisnis, bank, dolar, broker ... akhirnya kita terdampar pada kata "garam". Pada awal 1960an, Sofia kecil pernah membaca buku tentang seorang raja yang diberi garam oleh salah seorang anaknya. Si raja marah karena merasa dirinya tidak dihargai. Ia baru merasakan betapa tawarnya kehidupan tanpa garam setelah Tuhan memusnahkan garam dari bumi. Sejak saat itulah Sofia kecil menghargai garam, dan paham akan pepatah "bagai sayur tak bergaram". Bagaimana dengan Anda?

(Sumber: Word Origins, Webster's Word Histories, Dictionary of Word Origins, dan berbagai kamus)


Berita Buku, Juli 1996

Suka Duka Bahasa Serumpun (Wisata Kata)

Mungkin cerita paling populer mengenai kesalahpahaman antara orang Indonesia dan Malaysia adalah makna di balik kata "pusing". Bila Anda diajak "pusing-pusing" oleh orang Malaysia, jangan pusing dulu, karena ia hanya mengajak Anda "makan angin" alias jalan-jalan. Jadi, tak ada hubungannya dengan pusing yang berarti sakit kepala.

Sekitar sepuluh tahun yang lalu, ketika pertama kali menonton program TV Malaysia melalui saluran TV-3 dan RTM-1, saya sulit sekali memahami apa yang dikatakan oleh penyiar mereka. Apalagi sinetronnya, sama sekali tidak bisa dipahami. Sekarang, setelah hampir setiap tahun berkunjung ke Kuala Lumpur dan semakin sering kontak dengan bahasa tersebut, kendala itu berangsur-angsur berkurang. Namun, pahit-manisnya pengalaman yang bersangkutan dengan bahasa Malaysia mungkin ada gunanya diketahui pembaca Wisata Kata untuk memperkaya kosakata dalam bahasa serumpun ini.

Ibu Malaysia vs Ibu Indonesia

Pengalaman paling pahit yang saya alami adalah yang berkenaan dengan kata panggilan "Ibu". Ketika baru lulus sebagai sarjana farmasi dari ITB, saya langsung ditawari bekerja sebagai dosen junior di lab farmakologi. Saya masih ingat, dosen senior yang mengepalai lab itu memperkenalkan saya kepada para mahasiswa sebagai "Ibu Sofia". Padahal, banyak di antara mahasiswa peserta praktikum itu yang lebih tua daripada saya. Tentu saja sang dosen senior itu menghendaki agar peserta praktikum menghormati saya sebagai asistennya, walaupun waktu itu usia saya belum ada seperempat abad dan saya masih berstatus nona, alias belum menikah.

Nah, dalam sebuah seminar di Kuala Lumpur, saya mengajukan pertanyaan kepada seorang pembicara wanita yang saya perkirakan berusia sekitar 40 tahunan. Untuk menghormatinya, saya menyapanya dengan panggilan "Ibu". Pembicara itu ternyata sangat marah karena menganggap saya telah menghinanya. Dia bersungut-sungut dengan mengatakan bahwa jangankan punya anak, menikah pun dia belum pernah! Mula-mula saya tidak mengerti mengapa dia marah-marah. Setelah acara tanya-jawab berakhir, seorang teman wanita berkebangsaan Malaysia yang pernah lama tinggal di Indonesia menjelaskan kepada saya bahwa, berbeda dengan di Indonesia, panggilan "Ibu" di Malaysia hanya ditujukan kepada wanita yang sudah punya anak atau wanita yang dianggap sudah tua. Sejak itu, saya selalu berhati-hati menyapa orang di Malaysia, apalagi kaum wanitanya. Yang paling aman adalah menyapa wanita dengan Cik yang berarti nona, kecuali bila kita yakin benar bahwa wanita itu sudah menikah; dia bisa disapa dengan sebutan Puan.

Ibu Pejabat Polis

Sekarang, bisakah Anda menebak apa yang dimaksud dengan "Ibu Pejabat Polis? Bukan, bukan istri Kapolri atau istri Kapolda. Polis tentu saja artinya polisi, bukan polis asuransi. Tetapi, pejabat versi Malaysia tidak sama dengan pejabat versi kita, karena di Malaysia, kata pejabat artinya sama dengan kantor di Indonesia! Nah, pejabat polis tentu berarti kantor polisi. Tetapi, apa hubungan antara kantor polisi dengan ibu? Ternyata ibu di sini berarti pusat dalam bahasa kita, seperti ibukota. Maka, Ibu Pejabat Polis tidak lain adalah Kantor Pusat Kepolisian!

Menunggu Jemputan

Sama halnya dengan kata pusing, masih banyak kata Malaysia yang ejaan dan lafalnya sama dengan kata Indonesia, tetapi artinya jauh berbeda, dan kadang-kadang bisa menimbulkan "malapetaka". Contoh lain yang juga sama populernya dengan salah tafsir tentang kata pusing adalah salah tafsir tentang kata jemput.

Bayangkanlah kejadian ini: serombongan tamu Indonesia berkerumun di lobi hotel, menunggu datangnya mobil jemputan tuan rumah yang mengundang mereka. Sementara itu, pihak tuan rumah Malaysia menunggu-nunggu kedatangan tamunya di tempat jamuan makan. Setelah dua jam berlalu, rombongan Indonesia akhirnya masuk kembali ke kamar masing-masing sambil menggerutu karena mobil jemputan tidak kunjung datang. Hal yang sama terjadi di pihak Malaysia karena mengira orang Indonesia tidak sopan karena telah mengabaikan undangan mereka. Kedua belah pihak sebenarnya tidak salah karena yang terjadi hanyalah salah tafsir belaka. Dalam bahasa Malaysia, menjemput berarti mengundang; jadi, si tamu yang dijemput, yang disebut tamu jemputan, diharapkan datang sendiri ke tempat pertemuan!

Gampang dan Haram, Kelamin dan Keluarga

Dalam Kongres Internasional Bahasa Melayu, Agustus 1995, seorang peserta Malaysia mengeluarkan unek-uneknya kepada pembicara dari Indonesia, Prof. Harimurti Kridalaksana. Ia mengatakan bahwa orang Indonesia sering bersikap tidak sopan, yaitu dengan seenaknya menyebut gampang kepada orang Malaysia. Karena tidak menguraikan lebih lanjut mengapa dia tersinggung mendengar kata itu, saya dan beberapa orang Indonesia lainnya terheran-heran. Setelah bertanya ke kiri dan ke kanan, ternyata kata gampang di Malaysia berarti banci, yang berkonotasi sangat buruk. Perasaan orang Malaysia mendengar kata gampang mungkin dapat disamakan dengan perasaan orang Indonesia mendengar istilah pendatang haram yang sekarang telah diganti menjadi pendatang gelap atau pendatang tak berizin. Sementara itu, kata banci bukannya tidak ada dalam bahasa Malaysia, tetapi mempunyai makna lain, yaitu makna sensus dalam bahasa kita.

Contoh kekeliruan lain yang bisa membuat orang Indonesia salah tingkah, bahkan berang, adalah bila ditanyai, "Anda membawa kelamin?" Bayangkan jika seorang wanita mendapat pertanyaan demikian dari rekan prianya, atau sebaliknya. Tetapi, Anda tidak perlu tersinggung karena rekan Malaysia Anda rupanya hanya ingin tahu apakah Anda datang bersama keluarga. Pertanyaan yang wajar bagi sesama orang Timur, bukan?

Air Batu dan Air Kosong

Di hari yang panas terik, tentu nikmat bila mereguk minuman dingin, sekurang-kurangnya air es. Tetapi, jangan terkejut jika untuk Anda dipesankan air batu, karena inilah memang sebutan Malaysia untuk air es. Memang, ada kalanya air batu disebut juga air ais. Bagaimana kalau Anda minta air bening biasa? Tahan dulu tawa Anda, karena untuk Anda akan dipesankan air kosong! Memang airnya kosong, artinya tidak dicampur sirup atau apa pun. Teh tawar pun mereka sebut teh kosong atau teh O; huruf O di sini berarti only.

Jangan pula heran jika seseorang yang menggigil kedinginan malah mengatakan, "Sejuknya udara pegunungan ini". Sejuk dalam bahasa Malaysia adalah dingin dalam bahasa Indonesia, dan sebaliknya. Jadi, air batu yang disuguhkan kepada Anda itu adalah minuman sejuk, bukan minuman dingin!

Anda Tiba Semalam?

Biasanya, ketika bertemu pada hari pertama seminar atau pertemuan lainnya di Malaysia, kita akan ditanyai, "Bila tiba? Semalam?" Saya sudah mengerti bahwa bila berarti kapan, dan karena saya tiba kemarin pagi, saya pun menjawab, "Bukan semalam, tapi kemarin pagi". Teman Malaysia saya tertegun, lalu bertanya lagi, "You mean yesterday?" Dan saya terpaksa menjawab, "Yes, I arrived yesterday morning". Si Malaysia berkata lagi, "Jadi, Anda tiba semalam". Rupanya, semalam yang dalam bahasa Indonesia berarti tadi malam, bagi orang Malaysia berarti kemarin, tidak menjadi soal apakah kemarin pagi, siang, atau malam. Cara mengatakan tadi malam adalah malam semalam! Apakah kemarin pagi menjadi pagi semalam, tidak sempat saya persoalkan.

Teka-Teki Kata

Masih ada sejumlah kata lain yang juga baru bisa dipahami jika kita sudah pernah kontak dengan kata itu. Di Indonesia beredar lelucon tentang istilah Malaysia "Rumah Sakit Korban Lelaki" untuk istilah Indonesia "Rumah Sakit Bersalin". Ini sebetulnya ulah orang iseng saja. Orang Malaysia tidak mengenal kata rumah sakit; mereka menyebut tempat itu hospital. Mereka memang banyak menyerap kata Inggris dengan menuliskannya sesuai dengan lafalnya. Karena itulah ada kata teksi untuk taxi, ejen untuk agent, enjin untuk engine, fesyen untuk fashion, dan seterusnya.

Sekarang, dapatkah Anda menebak arti kata pemaipan dan penaipan? Ingat rumusnya, lafal kata Inggris. Masih belum bisa menebaknya? Kembalikan dahulu kata turunan ini ke kata asalnya, yaitu paip dan taip .... Mudah-mudahan Anda sudah berhasil menebaknya. Ya, pemaipan berasal dari kata paip atau pipe dalam bahasa Inggris, dan penaipan dari kata taip atau type. Jadi, pemaipan adalah pemipaan atau pipanisasi dalam bahasa Indonesia, dan penaipan tidak lain adalah pengetikan!

Masih ada dua kata Malaysia lain yang pernah memusingkan saya. Ketika saya ajukan teka-teki mengenai arti kata setia-usaha dan bomba kepada beberapa orang Indonesia, terkaan yang paling sering muncul adalah: pasti ada kaitannya dengan koperasi dan bom. Padahal, setia-usaha adalah padanan sekretaris, sedangkan bomba padanan pemadam kebakaran! Sementara itu, kereta bomba bukanlah kereta api, melainkan mobil pemadam kebakaran.

Penutup

Memang keterlaluan jika dua orang Melayu, seorang Malaysia dan seorang Indonesia, bercakap-cakap dalam bahasa Inggris. Tetapi, itulah salah satu jalan keluar terbaik jika terjadi kesalahpahaman antara dua orang yang berasal dari dua negara berjiran itu. Serupa tapi tak sama -- ungkapan paling tepat untuk membandingkan kedua bahasa serumpun itu.


Berita Buku, Desember 1996

Dirgahayu Republik Indonesia: Bahasa Menunjukkan Bangsa (Wisata Kata)

Kita cenderung takut mencipta kata. Akibatnya, istilah asing terus membanjiri bahasa Indonesia, dan KBBI pun semakin tebal dengan kata serapan. Sebagian orang menerimanya dengan lapang dada dan mengatakan bahwa hal ini tak dapat dihindari dalam era globalisasi dan keterbukaan. Sebagian lagi memprihatinkannya karena ini menunjukkan kita mau mudahnya saja dan enggan menggali kekayaan kosakata kita sendiri. Padahal, orang bijak mengatakan: "Bahasa menunjukkan bangsa".

Peristiwa diciptakannya istilah asut dan googol mungkin bisa membuka mata kita bahwa tidak ada salahnya mencipta kata baru. Kata asut diciptakan oleh Prof. TM Soelaeman, guru besar elektroteknik dari ITB, yang diartikan sebagai "menghidupkan mesin". Kabarnya kata itu diciptakan tatkala beliau tengah memikirkan kata yang tepat untuk menjelaskan kepada mahasiswanya tentang proses menghidupkan mesin. Kata gado-gado Indonesia-Inggrisnya memang sudah sering digunakan, yaitu menstarter. Tetapi, Prof. Soelaeman ingin menggunakan kata Indonesia. Yang terpikirkan adalah kata hasut yang berarti "mempengaruhi orang agar mulai mengerjakan sesuatu". Beliau memungut kata tersebut, membuang huruf h-nya, sehingga terciptalah kata asut tadi. Sekarang, meskipun belum masuk KBBI, di dunia keteknikan, kata tersebut semakin populer. Memang, mengasut mobil seakan-akan menyuruh mesin mobil untuk mulai bekerja.

Kata googol mempunyai riwayat yang lebih unik lagi. Sudah lama para matematikawan merasakan betapa praktisnya menggunakan kata atau istilah tertentu untuk menamai bilangan besar. Bayangkan seandainya kita tidak mengenal kata triliun, alih-alih menuliskan 1,3 triliun (kredit macet Eddy Tansil di Bank Bapindo), kita terpaksa menuliskan 1.300.000.000.000.

Dikisahkan bahwa pada tahun 1930-an, Profesor Edward Kasner (1878–1955), seorang matematikawan Amerika, sedang menangani sebuah bilangan 10 pangkat 100. Dia merasa perlu menamai bilangan tersebut. Secara iseng, dia bertanya kepada keponakannya yang berusia sembilan tahun, Milton Sirrota, nama apa yang cocok untuk bilangan besar itu. Sang profesor berjanji akan menggunakan nama itu, betapapun anehnya. Milton pun asal menjawab: "Googol!" Untuk memenuhi janjinya, nama yang aneh itu pun digunakan Prof. Kasner, dan sekarang googol sering digunakan di dunia matematika.

Tikalas dan tikatas

Anda tentu kenal istilah superskrip dan subskrip, yaitu huruf atau angka yang dituliskan agak di atas dan agak di bawah. Contoh superskrip adalah angka 2 pada 102, dan contoh subskrip adalah angka 2 pada H2O. Tidak jarang kita lupa mana yang superskrip dan mana yang subskrip, yang di atas atau yang di bawah. Memang kedua kata itu kata serapan dari superscript dan subscript, kata yang bukan milik kita. Tetapi, jika dikatakan "atas" dan "bawah", pasti kita tidak akan keliru lagi. Jadi, mengapa tidak kita pakai saja dua kata ciptaan Adjat Sakri, peminat bahasa dari Penerbit ITB, yaitu tikatas untuk superskrip dan tikalas untuk subskrip?

Penggalan kata "tik" pada kedua kata itu diambil dari kata Kawi tika yang berarti "huruf". Penciptanya ingin memperluas makna tersebut menjadi padanan kata Inggris character, yaitu tidak hanya mencakup huruf, tetapi juga lambang cetak lainnya. Jadi, tikatas adalah karakter yang ditulis di atas, dan tikalas yang ditulis di alas atau di bawah. Mudah diingat, bukan? Sayang, uraian kedua kata ini dalam KBBI kurang tepat karena hanya tertulis "tika atas". Sementara itu, kata tika yang bermakna "huruf" sebagai sumber terciptanya kata baru tersebut tidak tercantum.

Manuscript, typescript, discript ...

Penerbit dan pengarang tentu mengenal kata manuskrip, kata lain untuk naskah. Kata manuskrip sendiri adalah serapan dari kata Inggris manuscript, tentu saja berarti "tulisan tangan" dari kata Latin manus yang berarti "tangan" dan scriptus yang berarti "tertulis". Selanjutnya, setelah mesin tik ditemukan, pengarang beralih dari penulisan dengan tangan ke mesin tik. Maka, penutur bahasa Inggris menamai naskah yang diketik itu dengan typescript – kata kerja to type berarti "mengetik". Kita di Indonesia tetap saja menyebutnya naskah, baik ditulis tangan maupun diketik.

Sekarang, dengan ditemukannya komputer, dan naskah diserahkan dalam bentuk disket oleh pengarang kepada penerbit, apa nama naskah semacam itu? Secara analogi tampaknya bisa disebut diskscript. Tetapi, saya belum menemukan istilah ini dalam berbagai kamus yang biasa saya gunakan. Yang ada hanya hard copy untuk menyatakan naskah yang diserahkan berupa hasil cetakan komputer. Adjat Sakri mempopulerkan istilah nasket untuk naskah yang diserahkan dalam bentuk disket. Bagaimana menurut Anda?

Sinambung, kinerja, linarut, tinambah

Kaidah awalan, akhiran, dan sisipan dalam bahasa Indonesia sebetulnya merupakan kekayaan yang masih belum banyak dimanfaatkan untuk membentuk kata atau istilah baru. Padahal, dengan memanfaatkan kekayaan yang unik ini, kita dapat sangat hemat dalam berbahasa. Misalnya, alih-alih "melakukan pengejaran terhadap penjahat", wartawan bisa memendekkan frase itu menjadi "mengejar penjahat". Terjemahan dialog sinetron di TV seperti "... kecantikannya tidak dapat diuraikan dengan kata-kata" b isa dipersingkat dan dibaca lebih cepat bila dituliskan "... kecantikannya tak terkatakan".

Nah, bagaimana dengan keempat kata yang menjadi judul pasal ini? Kata sinambung tentu sudah Anda kenal, bahkan mungkin sering Anda gunakan. Mudah diduga bahwa kata asalnya adalah "sambung", diberi sisipan -in-. Kata kinerja mungkin baru Anda kenal lewat media massa atau buku terjemahan. Diperkirakan kata ini semakin berterima di masyarakat dengan semakin seringnya muncul di media massa. Asal katanya tentu saja "kerja", diberi sisipan -in-. Setahu saya, kata ini diciptakan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB (PPLH-ITB) sebagai padanan kata performance. Saingan istilah baru ini adalah unjuk kerja dan perikerja. Mana yang akan terus hidup tentu saja sangat bergantung pada pemasyarakatannya, baik melalui media massa maupun tulisan ilmiah.

Bagaimana dengan kata linarut dan tinambah? Mungkin hanya kalangan ilmuwanlah yang sudah mengenalnya. Kedua istilah ini diciptakan Prof. Kosasih Padmawinata, penerjemah produktif dari Jurusan Farmasi ITB. Linarut digunakannya sebagai padanan istilah Inggris solute yang sebelumnya sering diterjemahkan menjadi zat terlarut. Prof. Kosasih menganggap istilah yang terdiri atas dua patah kata itu terlalu panjang. Maka, diciptakannyalah kata linarut yang berasal dari kata "larut" dengan sisipan -in-. Istilah tinambah juga diciptakan dari kebutuhan sang profesor ketika menerjemahkan istilah Inggris additives, yaitu zat yang ditambahkan ke dalam sesuatu, misalnya food additives. Alih-alih menggunakan "zat tambahan", Prof. Kosasih memperkenalkan istilah tinambah yang tampaknya juga semakin berterima di dunia yang ditekuninya, dunia kimia farmasi.

Manfaatkan bubuhan

Secara keseluruhan, awalan, akhiran, dan sisipan dinamakan "imbuhan". Bagi orang awam, dan saya termasuk di dalamnya, istilah awalan dan akhiran memang lebih cepat dipahami daripada kata serapannya, afiks dan sufiks, yang digunakan para ahli linguistik. Contoh awalan adalah me-, ber-, pe-, dan di-; contoh akhiran adalah -an, -kan, -lah, dan -kah; dan contoh sisipan adalah -in-, -el-, dan -em-.

Bagaimana dengan awalan semacam maha-, tuna-, mala-, pasca-, pra-, nir-, dan lir-? Ada yang menamakannya "bubuhan", untuk membedakannya dari "imbuhan". Bubuhan semakin disukai untuk menciptakan istilah baru yang keperluannya terasa semakin mendesak. Dalam bidang ekonomi, misalnya, semakin populer istilah nirlaba, padanan istilah Inggris nonprofit. Ada pula istilah baja nirkarat, padanan stainless steel. Bubuhan nir- memang menyatakan negatif atau tidak ada. Maka, sungguh tepatlah bila penerjemah dari IPB menggunakan istilah semangka nirbiji, meskipun pedagang semangka di tepi jalan lebih kenal istilah semangka nonbiji. Mahasiswa Program D-3 Editing, Unpad menciptakan istilah kain nirjahit sebagai padanan kain ihrom -- istilah yang sungguh tepat, dipandang dari wujud fisik kain tersebut.

Masih banyak istilah ciptaan baru lainnya: Dr. Soegito Wonodirekso dari FKUI menciptakan istilah laiksantap untuk padanan edible, dan Dr. Diah Lukman dari IPB menggunakan istilah liragar untuk padanan jellylike. Para pelukis menciptakan istilah mahakarya dan adikarya untuk padanan masterpiece, sedangkan perancang busana menciptakan istilah adibusana untuk haute couture atau high fashion. Anda dapat terus memperpanjang daftar ini dengan istilah ciptaan Anda, tentu saja dengan memperhatikan Pedoman Pembentukan Istilah dari Pusat Bahasa. Ya, mengapa tidak?

Penutup

Diam-diam ternyata peristilahan bahasa Indonesia di kalangan ilmuwan dan kalangan terbatas lainnya terus berkembang. Aneka istilah baru terus bermunculan -- ada yang megap-megap bertahan hidup karena kurang disukai (mangkus, sangkil), tetapi banyak pula yang terus memasyarakat (nirlaba, kinerja), atau mulai merangkak tumbuh (linarut, liragar).

Sebagai pengguna bahasa dan pencinta buku, kita perlu menyimak perkembangan ini agar kosakata kita juga terus bertambah. Tetapi, biasanya, kita enggan kaya kosakata, tidak seperti kaya harta. Kita bukannya membuka kamus bila menemukan kata Indonesia "baru", melainkan menggerutu. Sungguh berbeda dengan sikap kita saat menjumpai kata asing yang tidak kita kenal -- dengan senang hati kita mencarinya dalam kamus. Mudah-mudahan sikap menganaktirikan bahasa sendiri seperti ini tidak dianut pembaca Berita Buku, yang dapat dipastikan pencinta buku, sekaligus pencinta bahasa nasional. Mudah-mudahan pula Anda berpendapat Wisata Kata kali ini laikbaca, tidak membingungkan. Dirgahayu Republik Indonesia tercinta!


Berita Buku, Agustus 1996

Teddy Bear, Kampung, Gudang, Italics... (Wisata Kata)

"Sifi difiafa mafasifih afadafa difi safanafa? Hush, jafangafan difilifihafat sefekafarafang! Nafantifi difiafa tafahufu!"

Anda mungkin kebingungan membaca kalimat di atas. Tetapi, tanyakanlah kepada mereka yang berusia remaja pada tahun 1960-an, mereka pasti tahu arti kalimat aneh itu. Ya, hilangkan saja semua fa, fi, dan fe, maka kalimat itu berbunyi: "Dia masih ada di sana? Hush, jangan dilihat sekarang! Nanti dia tahu!"

Pada kurun waktu yang sama, kata seperti "asoi", "ajojing", dan "gengsot" sangat populer di kalangan remaja. Tetapi, ke mana sekarang kata-kata itu? Hampir tidak pernah terdengar lagi, bukan? Nah, kata yang populer di tahun 1990-an pun, seperti "ngelaba", "nyokap", dan "doski", besar kemungkinan akan lenyap pula pada satu generasi yang akan datang.

Asal-usul kata

Kita mungkin tidak pernah memikirkan asal-usul kata; kita hanya tahu memakainya saja dan mengira bahwa kata akan ada selamanya. Padahal, kata mempunyai umur tertentu, ada yang umurnya panjang dan ada yang pendek seperti contoh di atas. Ada saat kata dilahirkan, hidup subur, dan kemudian mati.

Alasan kelahirannya bermacam-macam. Misalnya, ada kata-baru yang dilahirkan karena kata-lama yang bermakna sama dirasakan kurang santun. Misalnya, kata "miskin" dan "kelaparan" kini disaingi kata "prasejahtera" dan "kurang gizi". Kata "bekas" dan "pecat" berangsur-angsur tersisih oleh kata "mantan" dan "di-PHK". Tetapi, kata-baru bisa juga lahir akibat kemajuan teknologi, misalnya kata "robot" dan "komputer". Sementara itu, kata "canggih" dan "pangsa" dihidupkan kembali dan diperluas maknanya karena kita memerlukan padanan kata Inggris sophisticated dan share.

Sumbernya kamus

Riwayat kata dapat kita jumpai, antara lain, di dalam kamus. Kamus Webster"s New Collegiate Dictionary, misalnya, banyak memuat riwayat kata. Ambillah sebagai contoh, kata teddy bear, yaitu nama mainan anak yang berbentuk boneka beruang. Menurut Webster's, kata ini berasal dari nama presiden Amerika Serikat ke-26, Theodore Roosevelt, yang nama kecilnya Teddy. Beliau digambarkan dalam bentuk kartun setelah menyelamatkan seekor anak beruang ketika sedang berburu. Boneka beruang bersematkan lencana Roosevelt digunakan dalam kampanye pemilihan presiden tahun 1904.

Contoh lain, tahukah Anda bahwa kata Melayu "kampung" adalah nenek-moyang kata Inggris compound? Salah satu artinya adalah "sebuah wilayah yang dipagari, dan di dalam wilayah tersebut biasanya terdapat sekelompok bangunan yang membentuk daerah perumahan". Nah, bukankah kata "kampung" mengungkapkan dengan tepat konsep tersebut?

Bagaimana pula dengan kata go down? Salah satu artinya adalah "tempat penyimpanan barang di negeri Timur". Ingatkah Anda akan kata Indonesia "gudang"? Ternyata arti kata go down berasal dari kata tersebut! Memang bunyinya mirip, bukan?

Word Origins

Di samping kamus umum macam Webster's yang banyak bercerita tentang kata, ada kamus atau buku yang khusus menyajikan sejarah kata. Salah satu di antaranya adalah buku berjudul Word Origins: An Exploration and History of Words and Language, karangan Wilfred Funk, terbitan Wing Books. Di dalam buku ini berbagai kata dikisahkan riwayatnya, dan dikelompokkan menurut subjek yang kiranya menarik pembaca. Seluruhnya mencakup 22 bab, antara lain bab yang menguraikan kata yang berasal dari nama orang (OK, nicotine), yang berhubungan dengan bisnis (money, budget), politik (governor, senate), perang (grenade, colonel), olahraga (badminton, bowling), ilmu pengetahuan (academy, algebra), kebun (dahlia, tulip), aneka santapan (toast, sirloin), kaum wanita (lady, romance), musik dan teater (ode, slapstick), penerbitan (author, royalty), dan masih banyak lagi.

Untuk memudahkan pembaca mencari kata yang hendak dilacaknya, tersedia penjurus atau indeks di akhir buku. Ada sekitar 3000 kata dikisahkan riwayatnya dalam buku ini.

Italics

Sebagai ilustrasi, marilah kita simak asal-usul kata italics yang sudah sama-sama kita kenal dalam bidang penerbitan dan percetakan. Menurut Word Origins, kata italics berasal dari kata "Italians" (orang Itali). Dikisahkan bahwa Aldo Manuzio, pimpinan Aldine Press, sangat tertarik pada kebudayaan Yunani. Dialah pencipta huruf bergaya miring pada huruf Yunani, yang sampai sekarang masih digunakan. Gaya huruf miring ini kemudian dianut Aldine Press pada tahun 1501 ketika menerbitkan sebuah buku yang dipersembahkan kepada Itali. Teks dalam buku itu semuanya menggunakan huruf miring, dan gaya ini kemudian dikenal sebagai italicus, yang berarti orang Itali atau bergaya Itali. Namun, penggunaaan huruf miring atau italics untuk menegaskan arti sebuah kata seperti yang sekarang sering kita gunakan dalam tulisan, baru dipergunakan pada pertengahan abad ke-16.

Nah, siapa bilang kamus hanya berguna kalau kita mencari makna kata yang sulit saja. Cobalah usut kisah di balik kata bless, pedagogue, sandwich, bahkan knowledge. Anda pasti terheran-heran dibuatnya!!

Berita Buku No. 53, September 1995

Friday, April 15, 2005

"Mama, Patahkan Juga Tanganku!"



Tulisan ini memenangkan hadiah ketiga Sayembara Mengarang majalah
Ayahbunda 1994 dengan tema "Pengalaman paling mengesankan sebagai
orang tua".



*


Andaikanlah mesin waktu seperti yang diciptakan Dr. Emmet dalam film Back
to the Future
memang ada. Andaikanlah pula aku bebas memilih waktu
di masa lalu untuk kujalani kembali. Hari apakah yang kupilih? Pertanyaan
seperti ini sering diajukan kedua mutiara kembarku, Femmy dan Fahmy, yang
sekarang berusia 17 tahun.


"Terlalu banyak waktu yang ingin Mama jalani kembali," begitu jawabku
selalu. Dan memang demikianlah. Aku selalu bersyukur kepada-Nya yang telah
memberikan kebahagiaan tak terhingga bagiku, mengasuh kedua buah hatiku.


"Ayolah Ma, pasti ada satu hari yang Mama ingin ulangi lagi", desak
Fahmy setengah memaksa.


"Yang pasti, Mama ingin mengulangi pagi hari Minggu, 25 April 1976,
pukul 09.15. Saat itulah saat yang paling membahagiakan Mama, setelah kalian
berdua lahir dengan selamat dan berhentinya rasa sakit yang Mama alami
sepanjang malam. Kelahiran sepasang anak kembar yang sehat adalah impian
Mama sejak remaja."


"Hanya itu?" tanya Femmy, kurang puas. "Pasti ada kejadian lain yang
ingin Mama ulangi dalam hidup Mama."


Aku terdiam sejenak. Memang ada satu hari lagi yang tak akan pernah
kulupakan. Aku tidak yakin ingin mengulangi hari itu seluruhnya, tetapi
ada saat-saat pada hari itu yang akan terus terpatri kuat di lubuk hatiku.


***




Waktu itu, si kembarku berusia 5 tahun, harinya hari Sabtu sekitar pukul
19.30, tempatnya rumah mertuaku di utara kota Bandung. Waktu itu suamiku
tengah pergi berbelanja sendiri, dan aku sedang asyik bercakap-cakap dengan
anggota keluarga yang lain. Femmy dan Fahmy bermain bersama sepupu mereka,
berlari berkejaran di dalam rumah.


Tiba-tiba, terdengar tangisan nyaring Femmy. Aku melompat dari dudukku,
memburunya. Dan ... tak akan pernah kulupakan pemandangan mengerikan itu:
lengan bawahnya melengkung, pertanda ada tulang yang patah. Kupeluk tubuhnya
yang kecil tanpa berani menyentuh lengannya itu. Seluruh keluarga panik.
Kami semua berunding untuk segera membawa Femmy ke dokter.


"Ke dokter mana? Sekarang hari Sabtu, banyak dokter tidak praktek. Lagipula,
ini harus langsung ditangani rumah sakit. Tidak mungkin dokter umum bisa
membetulkannya", kataku sok tahu. Padahal, aku ngeri membayangkan rumah
sakit dengan suasananya yang selalu membuat bulu kudukku berdiri. Dengan
agak ragu, salah seorang saudaraku mengajukan usul: "Kita bawa saja ke
Bah Bohon, ahli urut di Gegerkalong."


Segera aku menyetujuinya. Lalu, kami pun bergegas berangkat ke rumah
Bah Bohon yang jaraknya sekitar 1 km saja dari rumah mertuaku.


Bah Bohon (alm) adalah seorang tukang urut terkenal yang sering merawat
olahragawan yang cedera. Usianya memang sudah lanjut, namun sikapnya yang
tidak ragu-ragu segera dapat menenangkan hatiku yang gelisah. Lengan Femmy
yang melengkung itu dipegang-pegangnya. Kemudian, dengan mantap ia mengambil
semangkuk air, membacakan mantera sebentar, lalu memercikkan sedikit air
itu ke lengan Femmy. Selanjutnya, sambil satu tangannya memegang siku Femmy,
dengan tangan yang lain diluruskannya lengan bengkok itu dengan satu kali
hentakan tiba-tiba. Femmy meringis, tetapi keterkejutannya dan kekagetanku
berlalu dalam sekejap.


"Parantos", kata Bah Bohon dalam bahasa daerah, yang berarti
sudah selesai. "Sekarang tinggal dibalut sambil disangga dengan papan",
katanya lagi. Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, semuanya rampung.
Dan, dengan penuh rasa syukur kami pun kembali ke rumah.


Rangkaian peristiwa itu terjadi begitu cepat -- mulai dari saat aku
mendengar teriakan Femmy, panik, bergegas ke rumah Bah Bohon, perawatan,
dan perjalanan kembali ke rumah. Selama kejadian itu berlangsung, aku rupanya
telah mencurahkan seluruh perhatianku pada Femmy seorang, melupakan Fahmy.
Padahal, ia merasa sangat bersalah karena ialah yang mengejar-ngejar saudara
kembarnya itu sampai akhirnya terjatuh dan celaka.


"Mama", bisiknya takut-takut sambil menggamit lenganku ketika kami turun
dari mobil.


"Ya, sayang?"


"Apakah tangan Emi akan menyambung kembali?" tanyanya dengan mata gelisah.
Tampak kesedihan mendalam di bola matanya yang bening.


Ya, Tuhan, maafkan aku. Sementara aku tenggelam dalam kepanikanku sendiri,
aku telah melupakan kepanikan lain di hati putraku. Kupeluk tubuhnya yang
menggigil.


"Ya, sayang. Tentu saja tangan Femmy akan baik kembali. Hari Senin nanti
kita bawa Femmy ke dokter tulang. Fahmy boleh ikut dan menanyakannya langsung
ke dokter."


Ia mengangguk senang. Aku pun merasa lega karena telah berhasil menenangkan
hatinya.


"Mama, ... ", katanya lagi, "Patahkan juga tangan Ami. Biarkan Ami merasakan
apa yang dirasakan Emi tadi .... "


Aku terpana mendengar permintaannya. Kuciumi kelopak matanya yang basah.
Dan, jauh di dalam hatiku, aku berbisik: "Terima kasih, Tuhan. Terima kasih
karena telah Kautumbuhkan rasa persaudaraan yang erat di antara kedua anakku.
Lindungilah mereka selalu, kedua permata hatiku".



Ayahbunda, No. 7, 1994